Berbagi Cerita Tak Biasa lewat Anomali
SURABAYA, Jawa Pos – ”Saya berusaha menceritakan sisi gelap laki-laki dari seni tayub dalam naskahnya,” kata penulis Rie Blora. Dia mengatakannya saat agenda launching buku cerita pendek (cerpen) Anomali secara virtual via Zoom kemarin (4/4).
Rie merupakan salah seorang penulis yang berkontribusi dalam penulisan buku tersebut. Di dalamnya terdapat berbagai cerita tentang hal yang tak biasa dalam masyarakat.
Sebanyak tujuh belas orang dari berbagai daerah di Indonesia menjadi penulis dalam buku itu. Para penulisnya pun bergantian berbagi cerita tentang penulisan mereka. Sebagaimana Rie yang menulis cerita berjudulSampur. Dia mencoba menggali budaya seni tayub yang berasal dari Jawa
Tengah. Menurut dia, banyak hal yang jarang dibicarakan di tengah masyarakat tentang hal tersebut. Sebab, dianggap tabu dan banyak sisi gelap.
Ada juga Adeka Art yang menulis Celung. Yakni, cerita tentang pesugihan yang tak biasa dengan menggunakan kucing hitam. ”Biasanya kan pakai tuyul atau babi ngepet,” tuturnya. Menurut Ade, hal itu menarik untuk diceritakan karena terkesan ganjil atau anomali di masyarakat. Karena itu, dia mencoba menulisnya melalui cerpen. Dia pun berharap itu bisa menjadi wawasan bagi masyarakat di Indonesia. Dalam agenda tersebut juga hadir Prof Djoko Saryono yang mengulas dunia sastra perempuan. Dia mengawali diskusi dengan mengapresiasi launching buku tersebut. Sebab, 15 di antara 17 penulisnya adalah perempuan. Menurut dia, hal tersebut sangat baik untuk perkembangan dunia sastra pada era saat ini. Jika dibandingkan dengan sastra zaman dulu yang didominasi pria.
”Padahal, kontribusi perempuan di masyarakat sudah banyak sejak dulu. Jadi, ini sangat baik,” katanya. Menurut dia, perempuan harusnya mengambil peran penting di dunia sastra. Namun, tantangannya banyak. Terutama ketidakadilan dalam masyarakat yang masih mengutamakan pria. Dia pun berharap agar hal itu bisa dikurangi. Terlebih, peran perempuan di berbagai bidang sangat banyak. ”Misalnya, kepemimpinan. Pemimpin perempuan terbukti lebih bisa mengatasi pandemi,” tutur Djoko.
Penyelenggara Wina Bojonegoro turut mengapresiasi peluncuran buku tersebut. Menurut dia, peluncuran buku itu merupakan bentuk tugas akhir dari pelatihan menulis. Sebanyak 17 penulis dituntut menceritakan hal yang tak biasa di masyarakat. Baik dari sisi gaya bercerita, sudut pandang, maupun eksekusinya. ”Jadi, bukan hanya ceritanya yang tak biasa, bahasa yang digunakan pun dibuat berbeda dengan biasanya,” kata Wina.
Karenanya, tantangan itu membuat penulis menjadi tertantang untuk menciptakan hal yang tak biasa. Prosesnya bahkan memakan waktu hampir enam bulan. Wina pun berharap tulisan tersebut bisa berkontribusi dalam dunia sastra. ”Terlebih pada masa pandemi ini, bisa jadi hiburan juga untuk masyarakat,” pungkasnya.