Korban PHK Dapat Bantuan Gaji 45 Persen
Berlaku Selama Tiga Bulan dengan Batas Atas Rp 5 Juta
JAKARTA, Jawa Pos – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mematangkan skema program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Nanti pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) menerima bantuan uang tunai 45 persen dari gaji.
Hal tersebut disampaikan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR kemarin (7/4). Ida mengungkapkan, peserta program itu akan mendapatkan manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Untuk uang tunai, pekerja yang mengalami PHK bakal mendapat dana sebesar 45 persen dari upah pada tiga bulan pertama. Kemudian, 25 persen dari upah untuk tiga bulan berikutnya. ”Ini diberikan paling lama enam bulan,” ujarnya.
Besaran upah mengacu pada nominal sebelumnya, tapi dengan ketentuan batas atas sebesar Rp 5 juta. Dengan begitu, apabila ada korban PHK yang sebelumnya bergaji di atas itu, nominal perhitungan akan tetap menggunakan Rp 5 juta. Artinya, pada tiga bulan pertama, yang bersangkutan akan menerima Rp 2,25 juta. Selanjutnya, Rp 1,25 juta untuk tiga bulan berikutnya.
Pembiayaan JKP bersumber dari iuran pemerintah pusat sebesar 0,22 persen; sumber pendanaan rekomposisi iuran
program jaminan kecelakaan kerja (JKK) 0,14 persen; dan jaminan kematian (JKM) 0,10 persen. Ketentuan dasar perhitungan upah ialah upah yang dilaporkan ke BPJamsostek dengan batas upah Rp 5 juta.
Ida juga memberikan penjelasan terkait penerima program JKP sesuai dengan UU Cipta Kerja. Yakni, pekerja yang berkeinginan untuk bekerja kembali, pekerja yang memiliki masa iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan, serta membayar iuran 6 bulan berturutturut sebelum terjadi PHK.
Saat ini, lanjut dia, pihaknya terus mematangkan pelaksanaan program JKP tersebut dengan menyusun peraturan menteri ketenagakerjaan (permenaker). Kemudian, membangun sistem yang mengintegrasikan sistem sisnaker dengan sistem BPJamsostek serta integrasi data kepesertaan dengan Kemenko PMK.
Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, buruh menolak program JKP yang dibuat pemerintah. Sebab, program JKP dinilai melanggar UU BPJS yang tidak memperbolehkan adanya subsidi iuran antarprogram. Bila itu dilanggar, direksi BPJamsostek bisa terkena pidana 8 tahun.
Selain itu, bila merujuk konvensi ILO, yang ada adalah program unemployment insurance atau asuransi pengangguran. Iurannya berasal dari peserta asuransi pengangguran, bukan rekomposisi iuran JKK dan JKM.
”Dengan rekomposisi iuran tersebut, suatu saat benefit atas manfaat JKK dan JKM pasti berkurang atau setidak-tidaknya stagnan,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, buruh bisa dirugikan karena tidak ada kepastian sustainable manfaat dari program itu. Sebab, bisa saja total iuran JKP tidak cukup lantaran hanya berasal dari rekomposisi iuran. Bukan dikumpulkan dari iuran baru yang benar-benar berasal dari peserta JKP sebagaimana prinsip jaminan sosial.
Belum lagi, bila pada masa pandemi ini terus terjadi PHK. ”Program JKP ini hanya lip service dan akal-akalan agar buruh setuju omnibus law,” ungkapnya.