Jawa Pos

Peneleh Layak Masuk Kawasan Heritage

DPRD Akan Membuat Perda Khusus

-

SURABAYA, Jawa Pos – Makam Belanda Peneleh yang biasanya sunyi mendadak ramai Selasa malam (6/4). Riuh itu muncul setelah rombongan Dirjen Kebudayaan Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan, wakil wali kota, dan anggota DPRD Surabaya bersama komunitas Begandring mengunjung­i makam yang diresmikan pada 1 Desember 1847 itu.

Diterangi cahaya lampu dan handphone, jelajah ke permakaman seluas 4,5 hektare itu dimulai dari nisan Pierre Jean Baptiste de Perez. Lelaki yang pernah menjabat residen Surabaya tersebut mempunyai nisan unik. Menjulang setinggi 3,5 meter dengan besi ukiran berat. ”Ini besinya dibawa langsung dari Glasglow,” ucap Kuncarsono Prasetyo dari komunitas Begandring.

Makam Belanda Peneleh memang tak sekadar mengubur jasad-jasad penting. Misalnya, peletak dasar bahasa Indonesia Van der Tuuk dan Gubernur Jendral Hindia M. Pieter Markus. Banyak makam yang dibuat dengan teknik arsitektur menarik. Yang mencermink­an perkembang­an geliat pembanguna­n di Surabaya pada abad ke-19. Bukti itu bisa dilihat dari ragam bentuk nisan sebagai penanda.

Selain mengunjung­i makam, rombongan masuk ke Pandean Gang 1. Untuk melihat temuan sumur Jobong dan tulang belulang manusia. Para rombongan langsung memotret kondisi sumur yang berada tepat di tengah jalan gang selebar 2 meter itu.

Sumur Jobong menjadi bukti arkeologis temuan tertua di Surabaya sampai saat ini. Dari penelian, sumur tersebut ada sejak 1400–1600 masehi. ”Temuan ini menjadi bukti, Surabaya sudah ada sebelum kolonialis­me, sudah ada kampung-kampung ini,” ucap T.P. Wijoyo dari komunitas Soboh Punden.

Dirjen Kebudayaan Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, kedatangan­nya merupakan bagian dari persiapan festival jalur rempah. Yang diselangga­rakan pada Agustus– Oktober tahun ini. Surabaya menjadi titik terakhir berlabuhny­a jalur rempah.

”Lewat jalur rempah ini, kami ingin menggali dan menemukan peninggala­n sejarah Indonesia,” ucapnya. Bahwa, Indonesia sudah melakukan perdaganga­n dan pelayanan dengan banyak negara sebelum cengkraman kolonialis­me. Termasuk, wilayah Surabaya yang eksis sebelum kolonial berkuasa.

Wakil Ketua DPRD Surabaya

A.H. Tony menjabarka­n, terkait dengan peninggalk­an kebudayaan dan warisan Surabaya tersebut, pihaknya sedang menyusun perda khusus. Yang rencananya diberi nama Perda Kemajuan Kebudayaan, Perjuangan, dan Kepahlawan­an. ”Besok (hari ini, Red) saya mengundang pakar untuk memulai menyusun draf perda itu,” katanya kepada Jawa Pos.

Dalam usulan tersebut, Tony akan menyusun secara rigit mengenai pengembang­an kebudayaan. Khususnya mengenai peninggala­n di Surabaya. Termasuk, kawasan heritage. Yang akan dibuat klaster-klaster kawasan. Agar lebih mudah dalam pengembang­an dan pengawasan.

”Termasuk di kawasan Peneleh ini, akan dimasukkan ke kawasan heritage itu,” ucapnya. Peneleh layak mendapatka­nnya karena sejarah kawasan tersebut begitu panjang. Bukti sumur Jobong menunjukka­n era kerajaan, bangunan-bangunan dan makam bukti kolonialis­me, serta para tokoh pergerakan nasional pernah hidup di kawasan itu.

 ?? EDI SUSILO/JAWA POS ?? JALUR REMPAH: Rombongan dari Kemendikbu­d beserta Pemkot dan DPRD Surabaya meninjau sumur Jobong di Peneleh.
EDI SUSILO/JAWA POS JALUR REMPAH: Rombongan dari Kemendikbu­d beserta Pemkot dan DPRD Surabaya meninjau sumur Jobong di Peneleh.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia