Gelapkan Dana Proyek Buku, Palsu Tanda Tangan Bos
SURABAYA, Jawa Pos - Mantan sales CV Sagung Seto (SS) Didi Haryadi didakwa memalsukan tanda tangan bosnya. Tujuannya, mendapatkan uang lebih dari kontrak proyek pengadaan buku online di kampus. Jaksa penuntut umum Sabetania R. Paembonan mendakwa Didi memalsukan tanda tangan Miyoto, direktur CV SS.
CV SS awalnya mendapatkan kontrak kerja sama pengadaan E-Journal EBSCO (Database Business Source Premier) dari Yayasan Pendidikan Perbanas untuk Perpustakaan STIE Perbanas pada 2017. Nilai kontraknya disebut Rp 158 juta. Pihak Perbanas sudah mentransfer uang tersebut ke rekening pribadi Didi. Namun, hanya Rp 138,5 juta yang disetor Didi ke CV SS.
”Saya tanya kok jadi Rp 138,5 juta, padahal sebelumnya Rp 158 juta. Saya tanya mana bukti kontraknya karena setiap penjualan kami harus ada kontrak. Dia tidak menunjukkan,” ujar Miyoto saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (7/4).
Berselang dua tahun, pada 2019 Miyoto dan Hendro Devaluyanto berkunjung ke Perbanas. Salah satu alasannya, mengaudit kontrak kerja sama. Perbanas menunjukkan dua kontrak ke mereka. Satu kontrak ternyata nilainya memang Rp 158 juta. Didi telah memalsu tanda tangan Miyoto. ”Kami saat itu kaget. Begitu kami cek, ternyata tanda tangan yang dibubuhkan di surat bukan tanda tangan saya. Saya tahu persis tanda tangan saya,” ungkapnya.
Tanda tangan di satu kontrak lagi senilai Rp 29,4 juta juga palsu. Kontraknya sama, pengadaan jurnal online. Miyoto bahkan tidak pernah tahu adanya kontrak itu. Ternyata, Didi mengambil barang dari pihak lain, lalu dijual ke Perbanas, tetapi menggunakan surat-surat palsu seolah-olah CV SS yang menjual barang tersebut. ”Saya sama sekali tidak tahu ada transaksi antara Didi dan Perbanas,” ucapnya.
Miyoto langsung mengonfirmasi Didi mengenai adanya dua surat kontrak kerja sama dengan tanda tangan palsu. Konfirmasi itu bertujuan memastikan siapa yang memalsukannya. ”Dia mengakui benar bahwa dirinya yang memalsukan tanda tangan saya,” katanya.
Didi segera dipecat dan dilaporkan ke polisi. Miyoto kecewa. Sebab, selama ini karyawannya tersebut telah menerima gaji yang layak beserta bonus, tunjangan jabatan, serta fasilitas lain seperti rumah. Namun, kepercayaannya justru disalahgunakan. ”Perbuatannya ini sudah di luar kepatutan,” ungkapnya.
Sementara itu, pengacara Didi, Saleh Batalipu, membantah kesaksian Miyoto. Menurut dia, surat kontrak itu sudah ada tanda tangan Miyoto ketika dibawa Didi. Dia juga membantah adanya kontrak palsu senilai Rp 29,4 juta. ”Posisi ketika surat itu diambil sudah ada tanda tangannya di administrasi. Kontrak kedua itu tidak pernah terjadi,” ujar Saleh.