MK Nilai Amandemen Terbatas Langkah Sulit
Satu Pasal Bersinggungan dengan Pasal Lain
JAKARTA, Jawa Pos − Meski naik turun, wacana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara terbatas terus berkelindan. Berbagai isu muncul, mulai pengaktifan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) hingga perubahan masa jabatan presiden.
Merespons narasi tersebut, hakim konstitusi Saldi Isra berpendapat berbeda. Menurut dia, kecil kemungkinan untuk mengubah sebagian pasal di konstitusi. ’’Sekarang malah ada wacana melakukan amandemen terbatas UUD 1945. Hal itu tidak mungkin dilakukan,’’ ujarnya kemarin (11/4).
Pasalnya, lanjut Saldi, konstruksi norma dalam UUD 1945 saling berkaitan satu sama lain. Alhasil, ketika ada satu pasal diubah, otomatis akan bersinggungan dengan pasal lain. Sehingga pasal-pasal lain juga harus diamandemen. ’’Kalau orang bicara satu titik dalam konstitusi, maka dia akan bersentuhan dengan titik lain,’’ imbuhnya.
Saldi mencontohkan, jika amandemen ingin mengubah fungsi dan kewenangan DPR, lembaga negara lainnya akan terimbas. ’’Misalnya kalau mau mengutakatik DPR, maka akan ada hubungannya dengan MPR, DPD, MK, MA, dan lainnya,’’ tuturnya.
Hal itu, lanjut dia, merujuk dari pengalaman empat amandemen UUD 1945 sebelumnya. Dalam amandemen pasca-Orde Lama dan Order Baru misalnya, saat kekuasaan presiden dibatasi, kewenangan DPR ditambah. Karena itu, jika wacana amandemen direalisasikan, para pengubah konstitusi harus membuat desain secara matang.
Terpisah, Wakil Ketua MPR
Jazilul Fawaid menyatakan, amandemen UUD 1945 sampai sekarang masih sebatas wacana. Khususnya terkait isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Menurut dia, isu masa jabatan presiden akan terus muncul jika MPR tidak menutup kemungkinan amandemen. ’’Kalau mau isu tiga periode jabatan presiden selesai, ya harus ditegaskan bahwa tidak akan ada amandemen,’’ terangnya.
Ketentuan masa jabatan kepresidenan diatur dalam pasal 7 UUD 1945. Pasal itu menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul Fawaid, mengatakan, dalam melakukan amandemen UUD, MPR tidak akan meninggalkan rakyat. Perubahan itu nanti mendengarkan aspirasi rakyat. ’’Tidak ada dalam sejarah MPR meninggalkan rakyat dalam amandemen,’’ terangnya.
Menurut dia, perubahan konstitusi merupakan dorongan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Hal itulah yang membedakan antara perubahan UUD dan UU. Politikus PKB itu menegaskan bahwa MPR pasti akan melibatkan rakyat. Sebab, MPR dipilih oleh rakyat.