Satgas Penagih BLBI Dinilai Sia-Sia
JAKARTA, Jawa Pos – Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kembali pengusutan terkait surat keterangan lunas (SKL) bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terus mengalir. KPK diminta menetapkan kembali Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, sebagai tersangka dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun itu.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, publik secara umum kecewa atas keputusan KPK. Sebab, penghentian tersebut dilakukan tanpa pemeriksaan terhadap Sjamsul dan Itjih. ’’Persoalan (sangkaan) terbukti atau tidak terbukti di persidangan, itu urusan lain,’’ kata Kurnia dalam diskusi bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), kemarin (11/4).
Menurut dia, KPK seharusnya meyakinkan publik bahwa proses hukum Sjamsul dan istrinya tetap berjalan. ’’Tanggung jawab KPK kepada publik harus memastikan adanya proses hukum terhadap Sjamsul dan Itjih,’’ ucapnya.
Pakar hukum pidana UI Gandjar Laksmana menambahkan, kerugian keuangan negara akibat skandal BLBI mesti ditagih oleh negara. Penagihan itu seharusnya dilakukan sejak awal. ’’Ada atau tidak ada SP3 (surat perintah penghentian penyidikan, Red), negara perlu menagih,’’ tegasnya.
Gandjar pun heran kenapa pemerintah baru membentuk satuan tugas (satgas) untuk menagih kerugian itu setelah KPK mengeluarkan SP3. ’’Urgensinya menagih, bukan membentuk tim tagih. Kalau bentuk tim tagih, menurut saya kita tunjuk saja debt collector yang paling jago menagih,’’ imbuhnya.
Menurut Gandjar, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI itu sia-sia. Sebab, sudah ada alat negara yang bertugas melakukan penagihan. Di antaranya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kejaksaan Agung.
Urgensinya menagih, bukan membentuk tim tagih. Kalau bentuk tim tagih, menurut saya kita tunjuk saja debt collector yang paling jago menagih.”
GANDJAR LAKSMANA