Gedung Singa Dijual, Dewan Minta Pemkot Ambil Alih
SURABAYA, Jawa Pos - Ada yang berbeda dari Gedung Singa yang terletak di kawasan Jembatan Merah beberapa hari terakhir. Pada pagar besi terpasang banner dengan warna kombinasi biru dan kuning. Tertulis bahwa gedung dengan dua patung singa itu dijual melalui lelang umum di situs jiwasraya.co.id/lelang/ Saat tautan itu dikunjungi, ada 21 aset yang dilelang. Satu di antaranya Gedung Singa di Jembatan Merah
J
Harga jual minimal gedung kuno tersebut mencapai Rp 12 miliar. Meski demikian, ada sejumlah persyaratan. Di antaranya, masa hak guna bangunan (HGB) berlaku hingga 10 November 2022.
Menurut anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Surabaya Purnawan Basundoro, penjualan aset bangunan cagar budaya (BCB) itu tidak menjadi permasalahan. Yang terpenting adalah pembeli mengetahui bahwa bangunan tersebut adalah BCB dan tidak mengubah bentuknya. ”Dalam UU Cagar Budaya, tetap diperbolehkan cagar budaya dijual asal tetap mengacu pada aturan pengelolaan bangunan CB,” kata Purnawan kemarin (11/4).
Bangunan itu pernah ditempati PT Aperdi Djawa Maluku. Lalu, pernah pula dipakai kantor PT Asuransi Jiwasraya. Hingga kini, kata Purnawan, bangunan yang selesai dibangun pada 1903 itu tetap dimiliki PT Asuransi Jiwasraya.
Penggiat sejarah dari Komunitas Begandring Soerabaia Nanang Purwono cukup kaget dan menyayangkan pelelangan serta penjualan itu. Menurut dia, penjualan BCB memang tidak menjadi permasalahan. Namun, bagi Nanang, sebelum adanya penjualan, harus ada pembahasan dengan Pemerintah Kota Surabaya.
”Minimal membuka komunikasi lah. Kan siapa tahu pemkot dapat mengelola itu jika Jiwasraya tidak bisa mengelola,” jelasnya.
Bagi Nanang, masyarakat Surabaya sudah memiliki toleransi penuh atas mangkraknya Gedung Singa tersebut. Apalagi, Gedung Singa masuk kawasan kota dalam tembok yang tertulis dalam peta Asia Maior tahun 1787.
Dia menambahkan, penjualan dan lelang umum atas Gedung Singa itu merupakan momentum awal untuk pemkot dalam menata kawasan kota tua.
Dia berharap pemkot dapat mengambil alih bangunan tersebut. Nanang mengatakan, bangunan itu sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Surabaya. Bangunan tersebut dapat dijadikan sebagai kantor badan khusus pengelolaan kawasan. Selain itu, lanjut dia, sangat mungkin dimanfaatkan oleh Surabaya untuk menunjang pelestarian BCB. ”Coba kami akan diskusikan dengan temanteman dan jika perlu bersurat ke PT Jiwasraya untuk menghentikan sementara proses lelang itu,” jelasnya.
Kabar dijualnya BCB Gedung Singa itu terdengar oleh Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H. Thony. Dia menduga, proses lelang tersebut belum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Dia mengatakan, ada aturan lain yang harus dipahami oleh pemilik bangunan itu.
Dia menjelaskan, pengalihan kepemilikan bangunan dan lingkungan cagar budaya itu dapat dilakukan dengan mengutamakan pengalihannya kepada pemerintah daerah. Tentu, lanjut dia, ganti ruginya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
”Ini juga kaitan dengan asal usul bangunan itu. Itu kan hasil rampasan perang. Bukan hasil kerja dari Jiwasraya,” jelasnya.
Menurut dia, aset yang dikelola PT Jiwasraya itu dapat dikembalikan kepada negara jika sudah tidak dapat dikelola lagi. Lalu, pemerintah pusat akan mengungkapkan kepada pemerintah daerah yang punya kepedulian atas kelestarian BCB.
”Mestinya dilepaskan dari draf aset yang dilelang dulu. Bijaknya begitu,” ujarnya.
Apalagi pelelangan itu dilakukan secara terbuka dan untuk umum. Padahal, lanjut dia, ada peraturan daerah yang dimiliki Pemerintah Kota Surabaya. Dia berharap persoalan tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan peraturan yang ada. ”Coba nanti kami komunikasikan ke pemkot juga,” ungkapnya.