Properti Nasional Mulai Menggeliat
Rumah Siap Huni Paling Laku
JAKARTA, Jawa Pos – Relaksasi pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sektor properti mulai memperlihatkan hasil. Berdasar survei Indonesia Property Watch (IPW), tampak bahwa penjualan rumah ready stock (siap huni) meningkat 323,5 persen secara quartalto-quartal (QtQ). Produk paling laris adalah yang kisaran harganya di bawah Rp 1 miliar. Rumah siap huni berkontribusi 4,6 persen terhadap total penjualan properti.
”Meski (relaksasi PPN, Red) hanya berlaku untuk hunian ready stock, setidaknya kebijakan ini memberikan harapan dan angin segar bagi pergerakan pasar perumahan tanah air,” ungkap CEO IPW Ali Tranghanda kemarin (16/4).
Dia memperkirakan penjualan rumah siap huni masih meningkat pada kuartal II 2021. Sebab, masih ada sekitar 65 persen konsumen yang tidak tahu soal kebijakan relaksasi PPN. Pemerintah membebaskan PPN untuk rumah dengan harga jual di bawah Rp 2 miliar dan memberikan subsidi 50 persen untuk rumah seharga Rp 2 miliar–Rp 5 miliar.
Sejauh ini pasar rumah inden masih tertahan. Penjualannya turun 4,7 persen QtQ. Ali berharap pemerintah juga memberikan relaksasi pengurangan PPN bagi segmen tersebut agar dapat berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.
Ali juga meminta pengurangan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB) menjadi maksimal 2,5 persen. Sebab, biaya tersebut merupakan variabel terbesar dalam biaya transaksi. ”Sampai 5 persen,” ujarnya.
Menurut dia, pengurangan BPHTB tidak hanya menggairahkan pasar properti primer. Tetapi juga menggerakkan pasar properti sekunder yang sangat besar.
Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya menyampaikan pendapat yang sama kemarin. Relaksasi PPN sektor properti, menurut dia, perlu diperpanjang 1–2 tahun dan harus menyasar rumah inden. ”Developer juga tidak memiliki stok yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, perbankan perlu memberikan kredit pemilikan rumah (KPR) dengan bunga yang kompetitif. Mengingat, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) repo rate (BI7DRR) rendah pada level 3,5 persen. Perbankan juga perlu membuka akses kredit terhadap konsumen dari segala segmen.
Director PT Ciputra Development Tbk Agung Krisprimandoyo mengakui, pengembang dengan sistem inden tidak bisa terlalu agresif tahun ini. Daya tarik mereka tidak sekuat pengembang yang sudah memiliki rumah stok. ”Bukan berarti kami berhenti menjual rumah. Tapi, kami lebih hatihati,” jelasnya.
Sementara itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menyalurkan pembiayaan Griya Hasanah bersubsidi dan nonsubsidi Rp 38 triliun sampai triwulan I 2021. Jumlah tersebut naik 13,93 persen secara tahunan (year-on-year). Direktur Utama BSI Hery Gunardi menyatakan bahwa KPR Syariah masih tumbuh double-digit sebesar 13,93 persen.