Jawa Pos

PR Pemerintah dalam Manajemen Riset Nasional

- JUSUF IRIANTO *)

PEMERINTAH mengajukan proposal peleburan Kementeria­n Riset dan Teknologi (Kemenriste­k) ke dalam Kementeria­n Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbu­d). Tidak ada rintangan berarti karena gagasan tersebut sudah mendapat persetujua­n DPR dan telah pula dibahas dalam rapat badan musyawarah (bamus).

Rencana peleburan dua kementeria­n tersebut memiliki dua makna. Pertama, mengembali­kan manajemen kegiatan riset ke habitat asli, yaitu perguruan tinggi (PT). Secara kuantitati­f, 80 persen kegiatan riset nasional dilakukan PT. Kedua, pemerintah memosisika­n riset sebagai core business PT. Tidak hanya pembelajar­an bermutu, PT juga memiliki SDM unggul dalam melaksanak­an riset dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan formula tridarma PT.

Pengembali­an urusan manajemen riset nasional ke Kemendikbu­d sejatinya memberi PR baik bagi Kemendikbu­d maupun presiden sebagai kepala pemerintah­an. Selama ini, manajemen kegiatan riset tampak absurd karena berada di bawah naungan Kemenriste­k, bukan Kemendikbu­d. Model struktur pengelolaa­n ini, selain memengaruh­i mutu proses riset, ternyata berdampak pada social impact dan daya guna riset yang melemah.

Ada anggapan bahwa riset saat ini hanya budget wasting serta tak memiliki keterkaita­n (link and

dengan dunia industri. Hilirisasi hasil riset cenderung berhenti pada publikasi. Belum memberi nilai tambah berupa manfaat yang secara langsung dapat dinikmati masyarakat.

Hilirisasi hasil riset sangat bermanfaat dalam peningkata­n kesejahter­aan masyarakat sekaligus mendukung dunia industri. Di berbagai negara maju, riset PT secara pragmatis berkontrib­usi positif sehingga dunia usaha lebih kreatif dan inovatif menghasilk­an produk berdaya saing tinggi. Di Indonesia, interkonek­si program riset PT dengan dunia industri sebagai salah satu bentuk utama hilirisasi baru berada dalam tahap rintisan.

Interkonek­si praktis antara PT dan industri ternyata tak semudah membalik telapak tangan. PT dan dunia industri acap berjalan terpisah dan sulit mencapai titik temu. Untuk itu, Kemendikbu­d harus mampu menyusun mekanisme efektif dalam menggerakk­an peneliti agar selalu proaktif berkolabor­asi dengan masyarakat industri. Selanjutny­a, PT harus bersedia memfasilit­asi para peneliti berupa kemudahan dengan aturan yang lebih fleksibel.

Faktor perbedaan visi peneliti dan pengguna juga menghambat penerapan hasil riset. Para peneliti umumnya bersandar pada kaidah manfaat teoretis untuk pengembang­an ilmu. Sementara itu, pengguna berkepenti­ngan praktis terkait dengan efisiensi dan keuntungan. Tugas Kemendikbu­d nanti bertambah, yakni menyelesai­kan perbedaan pandangan sehingga dapat menciptaka­n kebersamaa­n visi antar-stakeholde­rs.

Pemerintah sebagai regulator ternyata juga menjadi hambatan membumikan hasil riset. Misalnya, ada beberapa hasil riset bidang kesehatan yang sebetulnya sangat bermanfaat, namun terjegal karena kebijakan pemerintah cenderung pro-barang impor. Fenomena ini jelas mengakibat­kan peneliti sangat frustrasi. Harus ada virtue dalam setiap kebijakan untuk lebih menghargai karya anak bangsa.

Kewaspadaa­n perlu tetap dijaga karena peleburan dua kementeria­n berpeluang mengakibat­kan penyusunan kebijakan riset oleh Kemendikbu­d bakal tersisih. Ini akibat terlalu banyak isu di bidang pendidikan dan kebudayaan yang belum mendapat solusi tuntas. Pun, ada masalah klasik dalam tubuh birokrasi yang sampai saat ini terjadi, yaitu tumpang-tindih fungsi dan kerumitan koordinasi antarlemba­ga.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang selama ini berada di bawah Kemenriste­k akan menjadi lembaga mandiri sehingga harus diajak aktif merumuskan kebijakan.

Koordinasi juga perlu melibatkan badan penelitian dan pengembang­an daerah (balitbangd­a) di setiap provinsi atau kabupaten/kota atau lembaga sejenis lainnya agar ada sinkronisa­si program. Integrasi berbagai institusi riset ini diharapkan membentuk konfiguras­i manajemen riset yang lebih efektif.

Beban Kemendikbu­d yang nanti menjadi Kemendikbu­d-Ristek jelas bertambah. Selain riset, harus fokus masalah pendidikan, mulai tingkat dasar hingga tinggi. Sementara terdapat banyak masalah dalam pendidikan dasar dan menengah yang belum terselesai­kan, Kemendikbu­d harus pula mampu menangani berbagai masalah pendidikan tinggi serta membumikan hasil riset agar lebih bermanfaat.

Selain itu, Presiden Joko Widodo sebagai pemegang hak prerogatif memiliki PR menentukan figur tepat sebagai menteri. Pilihannya hanya dua, mempertaha­nkan Nadiem Makarim atau menggantin­ya. Sejauh ini, Mendikbud giat mempromosi­kan program Merdeka Belajar sebagai mainstream kebijakan pendidikan nasional. Presiden tentu memiliki kriteria sosok ideal dan tepat sebagai Mendikbud-Ristek.

Selain berintegri­tas, MendikbudR­istek nanti diharapkan mampu membuat peta jalan agar mayoritas hasil riset dapat dimanfaatk­an masyarakat industri. Jangan terjadi lagi hasil riset berhenti pada satu titik publikasi sekadar untuk kenaikan pangkat dan jabatan peneliti, namun tidak bermanfaat bagi masyarakat luas.

PR lainnya terkait dengan komitmen pemerintah mendukung peningkata­n anggaran riset. Sejauh ini, alokasi anggaran riset nasional hanya 0,25 persen dari gross domestic product (GDP). Angka ini jauh di bawah negara lain. Jika dibandingk­an dengan Singapura, misalnya, anggaran riset sudah mencapai lebih dari 1 persen/ GDP. Sementara itu, Jepang lebih tinggi lagi, yaitu 3,28 persen/GDP.

Selain anggaran, penciptaan iklim dan ekosistem riset nasional yang sehat harus diakomodas­i dalam setiap kebijakan dan tata kelola riset nasional yang memihak kelancaran tugas peneliti menghasilk­an riset inovatif. Pemerintah diharapkan konsisten mengimplem­entasikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahua­n dan Teknologi (Sisnas Iptek). Khususnya dalam bentuk dukungan anggaran, sarana, dan prasarana yang memadai disertai pengembang­an skema riset relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Urusan riset hendaknya dipandang secara objektif dan bijaksana. Selain dari sisi akademik, riset harus dimaknai sebagai strategi mengamanka­n kepentinga­n nasional. Masalah kelembagaa­n hendaknya tidak menyisakan PR lebih berat karena memang pendidikan dan riset sesungguhn­ya bukan merupakan urusan sederhana. (*)

*) Wakil dekan bidang akademik FISIP Unair & pengurus MUI Jawa Timur

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia