Dewan Minta Perpustakaan Merata sampai Perkampungan
Catatan Pansus LKPj untuk Dispusip
SURABAYA, Jawa Pos – Capaian kinerja organisasi perangkat daerah (OPD) dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) terus mendapat sorotan DPRD Surabaya. Kemarin (16/4) instansi yang mendapat cukup banyak kritik adalah dinas perpustakaan dan kearsipan (dispusip). Salah satunya terkait dengan akses perpustakaan hingga ke perkampungan.
Ketua Komisi B Luthfiyah mempertanyakan pemerataan perpustakaan. Menurut dia, seharusnya perpustakaan bisa merata sampai ke lingkungan RT/RW. Tujuannya, semua lapisan masyarakat bisa mengakses buku bacaan untuk menambah wawasan.’’Supayaadil,seharusnya di semua RW ada perpustakaannya,’’ kata Luthfiyah.
Kritik juga datang dari Ketua Pansus LKPj Anas Karno. Menurut dia, belum banyak inovasi yang dilakukan dispusip pada masa pandemi Covid-19. Selama pandemi semua pembelajaran siswa dilakukan secara daring. Nah, dinas perpustakaan seharusnya menyiapkan perpustakaan berbasis online.
’’Dinas perpustakaan harus berinovasi menyiapkan perpustakaan online yang bisa dijangkau oleh siswa dan masyarakat secara umum,’’ papar Anas.
Politikus PDI Perjuangan itu mempertanyakan keberadaan taman bacaan masyarakat (TBM). Selama pandemi, TBM di semua lokasi tutup. Nah, setiap TBM tentu memiliki petugas yang direkrut pemkot. Jumlahnya lebih dari 500 orang. ’’Saya lihat cukup banyak petugas TBM. Ini harus diberdayakan. Masak sih hanya menjaga buku,’’ tegasnya.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Surabaya Musdiq Ali Suhudi langsung menanggapi rentetan pertanyaan itu. Terkait akses perpustakaan, dia mengakui bahwa belum semua RW memiliki perpustakaan. Saat ini, jelas dia, pihaknya memiliki 530 TBM yang tersebar di 31 kecamatan. Selain di balai-balai RW, TBM juga terdapat di taman kota, halte, hingga terminal. ’’Memang kita belum bisa meng-cover seluruh RW,’’ ujar Musdiq.
Selama dua tahun terakhir, jelas dia, dispusip belum bisa menambah TBM baru. Salah satunya disebabkan realokasi anggaran penanganan Covid-19. Selain itu, pendirian perpustakaan baru tidak bisa dilakukan dengan serta-merta. Mekanismenya harus melalui usulan dan aspirasi masyarakat lewat kegiatan musrenbang. ’’Nanti tim bappeko yang akan cek ke lapangan. Apakah layak dibikin perpustakaan atau tidak,’’ jelasnya.
Dia mengakui, sumber daya pemkot sangat terbatas. Musdiq pun mengajak peran swasta untuk mendirikan perpustakaan bagi publik. Yang dibutuhkan, misalnya, di kampung-kampung padat penduduk. Sebab, di perumahan elite biasanya setiap rumah tangga memiliki perpustakaan sendiri.