Survei Lazismu: Pendapatan Turun, Pengeluaran Malah Naik
PANDEMI Covid-19 membuat perekonomian masyarakat benar-benar terpuruk. Berdasar hasil survei Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu), sebanyak 69,5 persen responden mengalami penurunan pendapatan. Lalu, 54 persen merasakan peningkatan pengeluaran dan 52,2 persen bertahan hidup dengan menjual aset.
Survei tersebut dilakukan pada Maret 2021, tepat di setahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia
Dengan jumlah responden 2.025 orang, mayoritas dari Pulau Jawa.Dibandingkan survei serupa pada Mei 2020, kondisi saat ini lebih parah. Sebab, tahun lalu yang mengalami penurunan penghasilan hanya 66 persen.
Manajer R&D Lazismu Pusat Sita Rahmi mengatakan, penurunan penghasilan terjadi pada kelompok berpenghasilan kurang dari Rp 3 juta per bulan. ”Sudah pendapatannya kecil, turun pula. Ini karena Covid-19,” katanya dalam paparan survei dampak sosial ekonomi Covid-19 terhadap perilaku berderma masyarakat kemarin (1/7).
Berdasar jenis pekerjaan, pelaku usaha kecil paling terdampak penurunan penghasilan tersebut. Kemudian disusul pekerja lepas atau harian, petani, serta peternak. Penurunan pendapatan itu terjadi karena sebagian besar sektor informal melakukan pengurangan tenaga kerja atau efisiensi gaji selama pandemi.
Ironisnya, lanjut Sita, pengeluaran masyarakat justru bertambah. Sekitar 69 persen responden yang mengalami kenaikan pengeluaran tersebut adalah orang-orang yang penghasilannya turun. ”Jadi, pendapatannya turun, tetapi pengeluaran naik,” katanya.
Porsi pengeluaran terbanyak untuk kebutuhan pangan 90,8 persen. Kemudian disusul kebutuhan papan seperti uang sewa hunian dan biaya kesehatan. Kebutuhan pengeluaran sosial menempati urutan kelima mengalahkan kebutuhan sandang. Artinya, di tengah pandemi, makin banyak orang yang berbagi meskipun pendapatannya mengalami penurunan.
Untuk mengatasi kondisi ekonomi tersebut, Sita mengatakan, responden memiliki sejumlah strategi. Antara lain menjual aset yang dimiliki. Aset yang paling banyak dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah perhiasan (46 persen). Kemudian barang elektronik, kendaraan, hewan ternak, serta tanah atau rumah.
Ketua Badan Pengurus Lazismu Pusat Hilman Latief menambahkan, ada pula responden yang menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya untuk menyewa hunian, membayar sekolah anak, dan meningkatkan gizi.
Hilman menerangkan, kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini belum benarbenar pulih. Apalagi, sekarang diberlakukan PPKM darurat dengan pembatasan-pembatasan yang lebih ketat. Menurut dia, pada Oktober 2020 kegiatan ekonomi masyarakat sebenarnya mulai terbuka seiring berakhirnya PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Kemudian pada Januari–Februari 2021 ketakutan masyarakat sudah hampir hilang dan kehidupan perlahan kembali normal. Tetapi, sekarang kasus Covid-19 kembali meningkat.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mewaspadai pengaruh PPKM darurat pada inflasi. Hal itu akan tecermin pada data inflasi bulan depan. ”Terkait mobilitas dan lonjakan penularan Covid yang terjadi di akhir Juni dan PPKM yang efektif di Juli, baru akan terlihat inflasi di Juli. Nanti kita tunggu bagaimana pengaruhnya dari kebijakan PPKM yang akan dilakukan pemerintah,” ujarnya kemarin. Secara umum, tambah Margo, pandemi memang membuat daya beli masyarakat tertekan.
Terpisah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan sektor keuangan masih beroperasi selama PPKM darurat. Tentunya dengan menyesuaikan jam kerja dan mobilitas pegawai. Tugas pengawasan OJK kepada industri jasa keuangan akan memaksimalkan analisis, pemeriksaan, pembinaan, dan sosialisasi secara daring.
”Pelayanan kepada masyarakat melalui sistem layanan informasi keuangan (SLIK) dan pengaduan konsumen tetap berjalan normal sesuai operasional digital,” terang Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo. OJK meminta perbankan, industri keuangan nonbank (IKNB), dan pasar modal juga mengikuti aturan PPKM darurat. Tetap beroperasi dengan protokol kesehatan yang lebih ketat. Jam operasional dan kapasitas nasabah dibatasi. Termasuk penyediaan uang tunai di anjungan tunai mandiri (ATM).
Meski demikian, pengaturan operasi kantor dan pelaksanaan bekerja dari rumah (work from
home) diserahkan kepada lembaga/institusi masing-masing. ”Kami berkoordinasi dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Kapolda di JawaBali untuk memastikan layanan operasional lembaga jasa keuangan tetap berjalan dengan baik,” ujarnya.
Anto juga mengimbau masyarakat untuk bertransaksi menggunakan layanan digital. Imbauan itu disampaikan untuk meminimalkan kontak langsung antara nasabah dan pegawai bank. Dengan demikian, risiko penularan juga bisa ditekan.