Hati-Hati Negatif Palsu
SURABAYA, Jawa Pos - Edukasi mengenai kriteria kontak erat dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 harus terus digaungkan. Selama ini, masih banyak yang salah mendefinisikan kontak erat sehingga membuat tracing tidak akurat. ”Mitosnya banyak lho yang menyebut kontak erat itu hanya ketika bersentuhan satu sama lain,” ucap dr Silvia Haniwijaya Tjokro MKes. Padahal, definisi kontak erat bergantung pada cara penularan penyakit.
Jika penularan Covid-19 lewat airborne dan droplet, berada dalam satu ruangan dan berdekatan sudah masuk kriteria kontak erat. ”Kalau pada Covid-19 ini, kontak erat itu kontak tatap muka dengan jarak minimal 1 meter dalam waktu akumulasi 15 menit selama 24 jam,” sambung Silvia. Pada kasus ruangan tertutup dan minim sirkulasi, berada satu ruangan juga menaikkan potensi penularan meski berjarak lebih dari 1 meter.
Sentuhan fisik dan penggunaan benda bersamaan juga termasuk kontak erat. Penggunaan benda bersama itu memungkinkan tersentuhnya droplet dari satu orang kepada yang lainnya. ”Apalagi jika bertukar alat makan. Ini jelas sekali kontak erat ya,” tutur Silvia. Oleh sebab itu, penggunaan barang bersama wajib dihindari. Kontak erat juga memasukkan kriteria perawatan pasien terkonfirmasi tanpa APD standar. Hal tersebut bisa terjadi jika ada anggota keluarga yang sakit.
Setelah kontak erat, seseorang tak disarankan untuk langsung melakukan uji usap. Silvia mengatakan, uji usap PCR sebaiknya dilakukan pada hari ke-3–5 setelah kontak erat. Uji usap antigen dilakukan pada hari ke-2–3. ”Meskipun negatif, jangan langsung senang,” ucap Silvia. Kemungkinan false negative masih tinggi karena virus masih menjalani proses inkubasi.
Uji usap antigen bisa dilakukan lagi lima hari kemudian. Sementara itu, uji usap PCR bisa diulang pada hari ke-7 setelah kontak. Selama itu, Silvia menyarankan berbagai pihak yang menjalani kontak erat untuk isolasi mandiri. ”Ini supaya kita enggak ke mana-mana, padahal punya potensi menularkan,” tegasnya.