Berlakukan Sistem Buka Tutup IGD
Di RS Adi Husada Undaan Wetan, RSIS A. Yani Overload Tiap Hari
SURABAYA, Jawa Pos - Setelah RS William Booth menyatakan lockdown tentatif alias menutup sementara pelayanan IGD karena overload oleh pasien Covid-19, hal yang hampir serupa terjadi di Rumah Sakit Adi Husada (RSAH) Undaan Wetan. Pihak RS mulai memberlakukan sistem buka tutup di IGD. Meski begitu, pasien masih kerap mengantre di luar ruang IGD.
”Sebetulnya, sejak minggu lalu, kami pakai sistem buka tutup. Kalau misalnya bed di IGD full, ya terpaksa kami sampaikan kepada pasien yang datang kalau memang sudah penuh. Kalau bersedia, ya mengantre,” ujar Humas RSAH Undaan Wetan Johan Soesanto kepada Jawa Pos kemarin (1/7).
Dia menjelaskan, di dalam ruang
IGD, ada dua ruang khusus tertutup untuk pasien Covid-19 yang berstatus waiting list. Namun, dua ruangan tersebut tidak muat sehingga delapan bed di ruang IGD dialihkan untuk menampung pasien Covid-19. Mereka dirawat dulu di IGD sambil menunggu ruang isolasi kosong. ”Pasien terhenti di IGD. Mau dialihkan ke RS lain, ya ke mana. Sama saja hasilnya, sedang penuh semua di Surabaya. Dan susah cari kamar isolasi yang masih kosong,” terangnya.
Pihak RS pun akhirnya mesti memilah pasien berdasar kondisi. Pasien yang bergejala ringan dengan saturasi oksigen yang terpantau masih bagus dengan keluhan ringan disarankan untuk isolasi mandiri. Dengan begitu, itu bisa mengurangi beban di ruang rawat inap. Namun, kalau pasien sudah mengarah pada gejala berat, akan diantrekan di IGD untuk mendapat ruang rawat inap isolasi. ”Makanya, di depan IGD itu, kami pasang tulisan bahwa bed sedang penuh. Kalau sudah ada yang kosong, kami cabut tulisannya. Nanti pas penuh, ya dipasang lagi,” imbuhnya.
Johan menjelaskan, pihaknya menyediakan ICU khusus Covid-19 sejak pandemi merajalela. Ada enam unit bed dengan ventilator di sana. Ruang isolasi juga sudah ditambah sehingga saat ini total ada 110 bed. Dengan tekanan negatif enam bed dan empat bed yang di-support dengan high flow nasal cannula (HFNC) untuk membantu pernapasan.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Islam Surabaya (RSIS) Ahmad Yani dr Dodo Anondo MPH mengungkapkan hal yang kurang lebih sama. RS tersebut saat ini juga mengalami overload hampir setiap hari. ”Di IGD, ada yang ngantre pakai kursi roda sampai ada yang klesetan. Tapi, yang sudah masuk IGD juga harus tetap dilayani,” ungkapnya.
Dodo menuturkan, kapasitas bed isolasi yang awalnya 82 unit ditingkatkan menjadi 92 unit dan saat ini kembali ditambah hingga 101 unit. Pihaknya juga mengatur agar dilakukan swab antigen pada pasien sebelum masuk ke IGD. Jika hasil swab antigen positif, pasien akan langsung diarahkan ke IGD merah atau khusus Covid. Sementara itu, saat hasilnya negatif, pasien bisa dirawat di IGD hijau.
”Itu merupakan salah satu upaya kami untuk mencegah penularan. Kami atur sedemikian rupa supaya tidak menular ke mana-mana,” imbuhnya. Dokter yang juga menjabat ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jatim itu menyatakan bahwa tandatanda kewalahan hampir bisa dirasakan di semua RS di Surabaya. Oleh karena itu, dia mendukung langkah kembali work from home (WFH) untuk pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah dan tidak harus ke kantor.
”Di tingkat RT/RW, bahkan sudah bisa dipantau, mana warga yang perlu kerja keluar dan mana yang tidak. Saya sendiri ditanya Pak RT di tempat saya tinggal, kenapa saya setiap hari keluar. Saya jelaskan kalau saya direktur RS sehingga repot kalau ndak ada saya. Tapi, prokes saya lengkap. Pakai APD lengkap. Itu penting untuk menjaga diri sendiri maupun orang lain,” paparnya.