Jawa Pos

Bisa Bangun Rumah hingga Naik Haji Bersama Istri

Usia per kemarin mencapai 72 tahun. Pesatnya pertumbuha­n koran ini tak lepas dari peran serta agen koran. Salah satunya Imam Supi’i. Sebagian besar usianya dihabiskan untuk berjualan koran.

- FIRMA ZUHDI ALFAUZI

SANGAT mudah menemui Imam Supi’i. Setiap pagi pria kelahiran Jombang pada 12 Februari 1967 itu tampak di lapaknya di salah satu sudut perempatan Slautan, Sidoarjo kota. Di sekeliling­nya bertumpuk dan menggantun­g koran Jawa Pos. Berapa pun mau beli, dia layani.

Rutinitas itu dia lalui sudah puluhan tahun. Meskipun sekarang jadi salah satu agen terbesar di Sidoarjo, Abah Pi’i, sapaan karibnya, mengawali dari nol. Mulanya, pada 1980, dia hanya berdagang rokok sambil menjualkan koran milik rekannya. ”Awalnya dimintai tolong menjualkan koran dari teman,” katanya.

Saat itu harga ecerannya masih Rp 1.500. Pada 1990 barulah dia mengambil koran langsung ke Karah, Surabaya. Saat itulah Abah Pi’i mulai membuka lapak sendiri, di perempatan Slautan, sampai saat ini. Saat itu, meskipun dia sudah punya lapak, dagang koran keliling terus berjalan. Mulai di AlunAlun Sidoarjo hingga tempat lain yang ramai. ”Jualan koran itu seperti jualan kacang. Ditaruh begitu saja, pembeli ramai datang sendiri waktu itu,” kenangnya.

Sehari, ungkap Supi’i, bisa laku puluhan koran. Kalau Sabtu dan Minggu malah bisa lebih dari 150 koran eceran terjual. ”Apalagi kalau momen Piala Dunia atau momen olahraga besar seperti Euro saat ini, pasti sangat laris,” ucap Abah Pi’i.

Koran Jawa Pos yang pertama dicari. Belum lagi saat pengumuman masuk perguruan tinggi negeri. ”Sebelum subuh sudah banyak yang mencari. Dulu kan nama-nama yang diterima hanya diumumkan di koran,” ujarnya.

Selain mengecer koran, Abah Pi’i mengawali usaha hanya dengan satu orang pelanggan. Warga di Bumi Citra Fajar (BCF) saja saat itu yang berlanggan­an. Beranjak tahun, pelanggann­ya makin banyak. Terbanyak sampai 600-an pelanggan. Untuk hitungan satu agen, itu sudah banyak. Mengingat agen di Sidoarjo kota bukan hanya dia.

Suka duka menjadi agen koran dia jalani. Meskipun di masa pandemi ini agak menurun, Abah Pi’i tetap bersyukur. Berkat menjadi agen koran, sudah banyak capaian yang dia raih. ”Banyak membantu perekonomi­an. Bisa beli rumah sampai naik haji berdua,” ujar suami Sutini tersebut.

Bahkan, kedua anaknya juga dia kuliahkan. Menurut Abah Pi’i, dukanya hanya ketika hujan pagi. Biasanya pembeli menurun. Dia juga yakin, meskipun sekarang era digital, koran masih diminati. ”Karena tidak semua orang suka digital. Koran tetap ada peminatnya tersendiri,” tegasnya.

Apalagi, pembeli biasanya mencari kelengkapa­n dan kedalaman berita. ”Di koran biasanya lengkap. Apalagi kalau tentang sepak bola. Dari dulu sampai sekarang konten terkait sepak bola selalu dicari,” pungkasnya.

 ??  ??
 ??  ??
 ?? FIRMA ZUHDI ALFAUZI/JAWA POS ?? LARIS: Imam Supi’i menjajakan koran di lapaknya di Slautan, Sidoarjo.
FIRMA ZUHDI ALFAUZI/JAWA POS LARIS: Imam Supi’i menjajakan koran di lapaknya di Slautan, Sidoarjo.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia