Upaya Lestarikan Item Warisan Tak Benda
Indonesia memiliki ragam kuliner dan budaya yang begitu kaya. Makanan dan minuman bukan sekadar menu yang habis disantap, lalu sudah.
ADA kandungan sejarah dan filosofi yang penting untuk diketahui. Museum Gastronomi Indonesia (MGI) berusaha menggali, merekam, dan menyajikan informasi tentang warisan adiluhung itu.
Gedung bernuansa krem dengan aksen tempelan batu kali tersebut berada di tengah kawasan perkotaan. Ukuran gedung itu tidak begitu besar jika dibandingkan dengan gedung-gedung tinggi yang mengelilinginya. Di bagian depan gedung, di atas daun-daun pintu kaca yang lebar, tertulis ”Museum Gastronomi Indonesia”.
Memasuki bagian dalam gedung, pengunjung mendapat sambutan ramah dari seorang perempuan berkebaya merah muda. Ia adalah Ria Musiawan, ketua umum Indonesian Gastronomy Community (IGC). ”Inilah ruang digital yang menghimpun berbagai informasi tentang kekayaan budaya gastronomi indonesia,” katanya menyapa pengunjung yang hadir secara virtual bulan lalu. Tampak Ria sedang berdiri di sebuah ruangan berlantai kayu yang dihiasi interior berupa replika bahan-bahan makanan.
Seperti kata Ria, ruang digital yang menghimpun berbagai informasi Museum Gastronomi Indonesia (MGI) adalah museum virtual yang dapat diakses dari gawai para pengunjung.
Lewat laman virtual itu, pengunjung akan disuguhi pengetahuan tentang gastronomi khas Indonesia. Bukan hanya ragam kulinernya, melainkan juga bahan, bumbu, peralatan memasak, cara menyajikan, kandungan gizi, nilai ekonomis, sejarah, dan filosofi di balik sebuah sajian menu.
Misalnya, tumpeng kendit. Tumpeng dengan lauk sambal goreng daging giling, capcai, acar, dan lain-lain itu disajikan untuk memohon jalan keluar dari kesulitan hidup. Lewat tumpeng berbahan dasar nasi putih yang di tengahnya disisipi nasi kuning itu, penyaji berharap agar tidak diganggu roh jahat.
Kemudian, lewat sajian tumpeng robyong, tecermin sikap rendah hati dan rasa terima kasih si penyaji. Tumpeng yang dilengkapi telur ayam di bagian puncaknya itu biasa disajikan pada upacara
selametan weton atau hari lahir. Disuguhkan dengan cara di-obyong-obyong atau dikelilingi sanak saudara si penyaji.
MGI dirancang untuk memiliki tujuh zona. Mulai bagian beranda, tumpeng, rempah dan bumbu, ragam makanan dan minuman, dapur, perpustakaan, hingga laut dan makanan masa depan, semuanya akan dapat diakses secara virtual. Saat ini museum virtual tersebut baru ”dibangun” sebagian saja. Namun, museum virtual tersebut akan terus dikembangkan hingga lengkap memiliki tujuh zona.
”Semula kami ingin membuat museum fisik. Namun, itu perlu resources yang luar biasa,” kata Ketua Tim Proyek Pembangunan MGI Arief Djoko Budiono.
Pria yang juga wakil ketua Dewan Pakar IGC itu menyebutkan, pihaknya bercita-cita memiliki museum gastronomi yang menyajikan pengetahuan seputar dapur Sunda, Betawi, Kalimantan, Sumatera, dan lain-lain. Pengunjung bisa secara langsung melihat cara membakar ikan, membuat lemang, serta mencium aroma bumbu dan masakan di museum fisik. ”Tapi, persiapannya harus lebih matang. Saat ini kami buat museum virtualnya dulu,” tutur Arief.
Pada bagian lain di MGI versi virtual, pengunjung akan diajak untuk merasakan nuansa perdagangan rempahrempah pada masa kolonial. Di zona rempah itu, tampak saudagar-saudagar Timur Tengah dengan kapal-kapal yang besar mendarat di jalur-jalur perdagangan strategis untuk mendapatkan bahan bumbu rempah khas Indonesia berabad-abad silam.
Spirit ”pembangunan” MGI adalah menyajikan pengetahuan seputar gastronomi Indonesia yang sangat kaya. Indonesia memiliki 77 sumber karbohidrat, 400 buahbuahan, 273 sayur-sayuran, dan 65 rempah-rempah. Tak ayal jika Indonesia dapat disebut sebagai dapur gastronomi terbesar di dunia.
Museum Gastronomi Indonesia dipersiapkan sejak 1,5 tahun lalu. Pakar sejarah, budaya, kuliner, dan biodiversitas dilibatkan dalam proses kurasi museum virtual itu. Museum tersebut juga didirikan untuk mendukung program Indonesia Spice Up the World yang dicanangkan pemerintah. Program tersebut hendak menyosialisasikan lima kuliner unggulan Indonesia di kancah internasional. Yakni, rendang, soto, nasi goreng, sate, dan gado-gado. Ke depan, museum itu juga diharapkan dapat menyambungkan pemangku kebijakan dengan pelaku usaha untuk mengembangkan gastrotourism.