Jawa Pos

Rela Kuras Tabungan saat Kas Donasi Minim

Beratnya pengalaman keluarga saat menjalani isoman mendorong anak-anak muda di sisibaik.corp bergerak mengadakan Patungan Imun. Mereka juga berencana menghidupk­an lagi gerakan Beli dan Bagikan pada masa PPKM darurat ini.

-

ISOLASI mandiri (isoman) bagi pasien Covid-19 mungkin terdengar lebih ringan. Padahal, nyatanya tidak selalu demikian. Isoman pun rawan menjadi parah bila tidak tertangani dengan baik. Belum lagi, tidak semua orang bisa mengakses obat ataupun vitamin yang diperlukan untuk meningkatk­an imunitas selama waktu 14 hari tersebut. Biayanya selangit. Sangat mencekik

”Karena aku ngerasain waktu mamaku, isoman gak seenteng itu ya. Mikir kalau gak punya duit susah sih,” ungkap founder sisibaik.corp Stephanie Edelweis saat ditemui di sela kesibukann­ya mengatur pengiriman vitamin dan masker di Depok, Jawa Barat, Rabu pekan lalu (30/6).

Sebab, kadang penanganan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak segesit janji pemerintah. Masyarakat diminta melapor ketika positif Covid-19. Namun, tracing maupun bantuan yang diharapkan tidak kunjung datang. ”Banyak orang yang cerita ke kami. Mereka positif, tapi direspons lambat oleh puskesmas. Sementara kita tahu, ditunda sehari-dua hari imunitasny­a bisa makin parah,” katanya.

Berawal dari beratnya pengalaman tersebut, perempuan yang akrab disapa Wiwis itu mengajak rekan-rekannya di sisibaik.corp membuat project Patungan Imun. Bantuan khusus bagi mereka yang sedang isoman karena terpapar Covid-19. Ide itu pun mendapat sambutan hangat dari rekanrekan­nya: Farista, Achmad Hidayat, Andhika Novisto, dan Dian Triyuli Handoko. Sebagian adalah teman kerja, sebagian lagi teman nongkrong.

Achmad termasuk yang pernah mengalami hal serupa. Soal bagaimana sulitnya dan bingungnya harus isoman. Apalagi bila sedang berada di rantau. Mereka sepakat meski dengan banyak catatan. Mulai alur pemberian bantuan hingga siapa saja yang bisa menerima donasi Patungan Imun ini. ”Kami sampai harus rapat lama banget buat matengin ini,” ujar alumnus Universita­s Indonesia (UI) tersebut.

Akhirnya disepakati, sebelum mendapatka­n bantuan, calon penerima akan diberi form. Selain biodata dan alamat, form tersebut berisi pertanyaan tentang riwayat penyakit. Mereka juga wajib menyertaka­n hasil swab antigen atau PCR untuk membuktika­n bahwa dirinya atau orang yang direkomend­asikan benar-benar sakit. Riwayat penyakit ini, kata dia, sangat penting diketahui. Berdasar pengalaman­nya, tidak semua orang dengan penyakit tertentu baik-baik saja setelah mengonsums­i antibiotik dan antivirus. ”Misalnya, mamaku kemarin, ada asam lambung. Jadi, ketika minum itu langsung menggigil,” ungkapnya.

Nah, beruntung ada relawan dokter yang berkenan pula untuk memutuskan vitamin atau obat apa saja yang cocok untuk si pasien. Terutama mereka yang punya komorbid. Namun, itu pun terbatas pada komorbid tertentu. Untuk penyakit berat, dia dan rekan-rekan tidak mau mengambil risiko. Harus benar-benar berkonsult­asi langsung dengan dokter. ”Tapi, pernah kami konsulin ke Halodoc juga,” ujarnya.

Bukan hanya permintaan bantuan vitamin dan suplemen, mereka juga sering mendapat chat berupa curhatan tentang anggota keluarga yang sakit dan lainnya. Bahkan, tak jarang ada yang berkonsult­asi. ”Mohon maaf, kami kan bukan dokter ya. Ya, kami arahin sih buat konsul,” katanya, lantas tertawa.

Dia mengakui, permintaan memperoleh bantuan vitamin dan suplemen ini mulai naik pada awal Juni. Banyak direct message yang masuk ke Instagram sisibaik.corp. Padahal, sebelumnya direct message mereka sangat sepi. Mereka sempat keteteran karena kas donasi tinggal Rp 0. Pada masa-masa

”tenang” tersebut, donatur pun sepi. Karena itu, begitu kasus naik dan permintaan membeludak, mereka kewalahan. Hingga akhirnya, mereka harus menguras tabungan. Tapi, itu tak jadi soal. Bagi mereka, inilah konsekuens­i dari komitmen yang mereka buat sejak mendirikan sisibaik.corp pada awal pandemi tahun lalu.

Sebelum Patungan Imun, sisibaik.corp meluncurka­n Beli dan Bagikan pada sekitar April 2020. Melalui campaign tersebut, lima anak muda itu mengajak masyarakat ikut meramaikan dagangan para penjual makanan yang sepi akibat pemberlaku­an pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada akhir Maret 2020. Makanan itu kemudian dibagikan kepada para pejuang jalanan yang harus tetap bekerja di luar rumah.

”Kalau ini, kepikirann­ya garagara Bu Welas,” kenang Wiwis. Welas merupakan ibu kantin di gedung kantor tempatnya bekerja. Wiwis tidak sengaja mengetahui bahwa Welas dan dua anggota keluargany­a sudah berhari-hari mengonsums­i mi instan saat keduanya bertukar kabar. Welas bercerita, dirinya sebetulnya mencoba tetap berjualan untuk bertahan hidup. Sayangnya, tidak ada pembeli. Masakannya pun akhirnya basi. Akibatnya, tidak ada pemasukan sama sekali.

Mendengar cerita tersebut, hati Wiwis teriris. Tanpa pikir panjang, dia mengirimka­n makanan untuk mereka. ”Tapi, aku mikir. Ini cuma jangka pendek. Gimana caranya bisa bantu jangka panjang,” ungkapnya.

Wiwis akhirnya mencoba mengunggah­nya di Instagram. Dia mengabarka­n kondisi Welas dan keluargany­a serta mempromosi­kan jasa memasak

Welas. Baik untuk katering dalam jumlah besar maupun harian. Gayung bersambut. Salah seorang temannya tertarik dan mulai berlanggan­an makanan setiap hari.

Dari unggahan tersebut, salah seorang temannya pun mengusulka­n gerakan lebih besar. Mengingat, kondisi memang sedang tidak menentu. Pergerakan orang juga dibatasi kala itu. Pasti banyak Welas lain yang membutuhka­n bantuan. ”Oh, iya ya. Pasti gak Bu Welas doang nih. Pasti banyak ibu dan bapak kantin lain yang juga terdampak,” tutur Wiwis.

Berangkat dari sana, dia mulai menghubung­i sejumlah teman dekatnya yang kini menjadi anggota inti sisibaik.corp. Mulai menyebar nomor Bu Welas hingga menebarkan campaign Beli dan Bagikan.

Mereka drop makanan di sekitar Blok M. Dia sampai terkaget ketika banyak sopir ataupun driver online yang langsung menyerbu sambil memanggil teman-temannya yang lain. ”Woi, makanan woi. Ini seharian gak makan karena emang sepi banget kan waktu itu. Trenyuh banget lihatnya,” ungkapnya.

Paling miris, kata dia, ketika bungkusan sudah habis. Namun, ada yang belum kebagian sampai mengejar-ngejar rombongan. ”Jatuhnya jadi feeling guilty sih. Tapi, termotivas­i juga biar bisa donasi lebih,” katanya.

Rencananya, Wiwis dan anggota sisibaik.corp kembali menghidupk­an gerakan Beli dan Bagikan ini pada masa pemberlaku­an pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang berlangsun­g hingga 20 Juli mendatang. ”Pasti akan banyak penjual kantin yang terpaksa menganggur karena perkantora­n tutup,” tandasnya.

 ?? SALMAN TOYIBI/JAWA POS ?? KOMITMEN KEMANUSIAA­N: Dari kiri, Stephanie Edelweis, Farista, dan Achmad Hidayat mempersiap­kan barang untuk dikirimkan kepada warga yang sedang melakukan isolasi mandiri di Depok (30/6).
SALMAN TOYIBI/JAWA POS KOMITMEN KEMANUSIAA­N: Dari kiri, Stephanie Edelweis, Farista, dan Achmad Hidayat mempersiap­kan barang untuk dikirimkan kepada warga yang sedang melakukan isolasi mandiri di Depok (30/6).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia