Invasi Varian Asing di Pintu Negara
ISU serius tentang pilih kasih ini terus digaungkan. Dan tak pernah mendapat jawaban memadai. Yakni, ketika gerak warga dibatasi untuk membendung penularan Covid-19, selalu tak diiringi penutupan pintu masuk NKRI kita.
Begitu pun saat PPKM darurat kali ini, kedaruratan seakan-akan hanya untuk warga sendiri. Mereka dikurung di daerah sendiri disertai ancaman sanksi. Sementara pintu negara tetap membolehkan orang asing masuk.
Sudah banyak kritik yang dilontarkan. Apalagi setelah masuknya TKA Tiongkok saat rakyat diketati dalam PPKM darurat. Masuknya TKA Tiongkok ini makin menyakitkan karena makin banyak anak negeri yang menjadi penganggur.
Kemarin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad kembali meminta agar WNA dilarang masuk. Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga bersikap serupa. Netizen pun sudah lama riuh mempertanyakan perbedaan perlakuan antara warga sendiri dan asing ini.
Ingat, Covid-19 ini adalah virus asing. Maknanya, virus ganas ini mulanya adalah benda asing bagi dunia medis. Makna lainnya, virus itu berasal dari negara asing, yakni dari Wuhan, Tiongkok.
Setelah Covid-19 menginvasi negara kita, varian-varian lainnya menyusul masuk. Varian Delta dari India dianggap menjadi pemicu krisis kesehatan saat ini. Menurut Wakil Ketua IDI Slamet Budiarto, gara-gara teledor masuknya varian itu dari luar negeri, yang disalahkan libur Lebaran.
Delta belum berhasil dijinakkan, muncul varian Kappa, juga dari India. Masih bercokol juga varian Beta dari Afrika Selatan. Ada juga varian Gamma dari Brasil, ikut mengacau di sini. Masuk pula varian Alpha dari Inggris.
Varian-varian asing lainnya belum ditemukan di negara kita. Yakni, Epsilon (AS), Zeta (Brasil), Eta (Inggris), Theta (Filipina), dan Iota (AS). Kalau pintu negara dibiarkan terbuka saat pintu mobilitas rakyat ditutup, bukan tak mungkin horor Covid-19 kita tambah mengerikan.
Apa pun pertimbangan tetap membuka pintu negara di saat rakyat ditekan untuk tak bepergian, ini tidak mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Juga tak mencerminkan rasa persatuan Indonesia. Karena langkah pemerintah tak memedulikan rasa keadilan bagi rakyatnya sendiri. (*)