Jawa Pos

Bikin Puluhan Grup WhatsApp untuk Layani Konsultasi

Kondisi OTG atau pasien dengan gejala ringan tetap harus dipantau meski berada di rumah. Para tenaga kesehatan tidak bisa lepas tangan. Keterbatas­an fisik berusaha dilampaui dengan pelayanan daring. Meski artinya, bisa jadi ada pertanyaan darurat tengah m

- RETNO DYAH AGUSTINA,

”HALO, gimana kondisinya hari ini? Badannya gimana?” sapa dr Ellen Kwesley kepada pasiennya secara daring. Sapaan itu pasti segera diikuti dengan rentetan pertanyaan klinis. Bagaimana saturasi oksigennya?

Jawa Pos

Berapa tarikan napas per menit? Jawaban dari deretan pertanyaan tersebut harus dicatat oleh Ellen, dibandingk­an dengan data yang dia miliki pada konsultasi sebelumnya. Apakah itu pertanda membaik atau memburuk.

”Makin tua usia pasien, makin banyak pertanyaan­nya. Seperti gula darah, itu juga kita mesti tanyakan,” sambung Ellen. Berapa pasien yang ditangani Ellen secara daring? Sebisanya, semampunya. Ellen sendiri tak bisa memastikan angkanya. Setiap hari berubah. Selama ada waktu di sela-sela penanganan pasien secara langsung di RS, Ellen langsung melakukan pelayanan daring lewat layanan Medi-Call.

Memulai pagi dengan telekonsul­tasi juga dilakukan dr Cynthia Wijaya, dokter yang juga melakukan pendamping­an pasien isoman di National Hospital.

Sehari-hari Cynthia melayani cek pagi rutin lebih dari 10 orang.

”Masing-masing 15–30 menit. Jadi, ya sekitar 2,5 jam sampai 5 jam,” jelasnya. Durasi yang sama dipakai Cynthia untuk melakukan pengecekan sore. Adanya keterbatas­an tenaga membuat pihaknya tak lagi bisa melakukan home visit dan mengalihka­nnya jadi telekonsul­tasi dua kali sehari.

Penanganan secara daring memang terbatas pada mereka yang gejalanya ringan. Kalau sudah ada perubahan kondisi, Ellen dan tim harus turun lapangan untuk memastikan yang terbaik

Ellen dan timnya bisa mengunjung­i belasan pasien setiap hari. ”Biasanya kami berdua, saya dan satu perawat, tapi bergantung pada situasi di rumah pasien juga,” imbuhnya.

Tak bisa dimungkiri, naiknya kasus juga disumbang banyaknya klaster keluarga. Ellen tak bisa menangani berdua saja. Pada kasus keluarga dengan anak kecil, Ellen juga dibantu bidan untuk penanganan di rumah. Di masa sulit begini, seluruh nakes harus siap dikerahkan. ”Kasus anak ini makin banyak dibanding gelombang sebelumnya. Dulu orang tua takut bawa anak keluar. Sekarang banyak yang mulai santai,” tutur Ellen dengan suara bergetar, tanda khawatir.

Pendamping­an pada pasien isoman memang tak bisa optimal layaknya di rumah sakit. Tenaga medis juga harus melatih keluarga pasien untuk memahami teknis perawatan dan pertolonga­n pertama. ”Semua alat yang ada di rumah bisa dipakai seperti apa, kita ajari sampai cara baca dan melaporkan ke kita,” jelasnya. Misalnya, pemisahan kamar, alat makan, dan alat mandi. Detail-detail itulah yang tak bisa luput dari edukasi sejak pendamping­an dimulai.

”Kita juga mesti melihat kondisi. Kadang ada yang rumahnya memungkink­an ventilasi terbuka, ada yang tidak. Dan harus adaptasi dengan itu,” sambung Ellen.

Membuat grup WhatsApp dengan keluarga juga dilakukan demi pemantauan. ”Kalau ada perubahan kondisi, mereka bisa langsung tanya di grup,” ucap Cynthia. Memang, dia dan nakes lain jadi harus siap ditanya selama 24 jam. Puluhan grup WhatsApp baru di ponsel juga tak masalah. Hal tersebut bentuk dukungan psikologis bagi keluarga dan pasien.

Sebagai tenaga medis, rasanya mustahil tak patah hati saat melihat kondisi pasien memburuk. Apalagi keadaan serbasulit. ”Beberapa hari lalu kita layani telekonsul masih bisa, ternyata hari ini harus masuk RS. Sedangkan di IGD kami sendiri, antrean juga banyak,” tutur Cynthia.

 ?? TIM PENDAMPING NH FOR JAWA POS ?? PELAYANAN: Tim pendamping isoman melakukan telekonsul­tasi untuk pasien di rumah. Tim harus bersedia menerima keluhan 24 jam.
TIM PENDAMPING NH FOR JAWA POS PELAYANAN: Tim pendamping isoman melakukan telekonsul­tasi untuk pasien di rumah. Tim harus bersedia menerima keluhan 24 jam.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia