Jawa Pos

Rawat 10 Ribu Bibit Lele buat 100 Hari

Pembatasan aktivitas tak membuat Muhsin Zuhad berdiam diri. Dosen STIENU Gresik itu membuat lahan kosong rumahnya menjadi lebih berguna.

- LUDRY PRAYOGA, Gresik

MUHSIN Zuhad sibuk memeriksa setiap kolam terpal bioflok di sebelah rumahnya di Desa Raci Wetan, RT 5, RW 1, Kecamatan Bungah. Tatapannya tajam. Dia memeriksa satu per satu bibit lele berbagai usia yang berada di enam kolam buatannya itu. ’’Khawatir ada kebocoran atau ada ikan yang mati,’’ ucapnya.

Aktivitas tersebut dilakukan setiap pagi. Bahkan, saat PPKM darurat diberlakuk­an, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi NU (STIENU) Gresik itu kian rajin merawat bisnis sampingann­ya tersebut. Lahan kosong 15 x 7 meter disulap menjadi sumber penghasila­n tambahan di masa pandemi.

Dengan modal awal Rp 2,3 juta, Izul –sapaan Muhsin Zuhad– merawat 10 ribu bibit lele miliknya. Bibit itu bisa dipasarkan selama 100 hari ke depan atau lebih dari tiga bulan. ’’Kalau terjual semua, keuntungan­nya mencapai Rp 4,8 juta,’’ ungkapnya.

Pria 31 tahun itu punya resep rahasia untuk membuat ikan lelenya tumbuh besar dalam waktu singkat. ’’Setidaknya, kurang dari tiga bulan bisa langsung panen,’’ jelasnya.

Izul tak ragu membagikan resep tersebut lewat channel YouTube-nya. Ramuan itu terdiri atas campuran daun pepaya, bawang putih, jahe, kunyit, temulawak, kencur, susu kental manis, telur, biji pisang, dan tepung probiotik. ’’Resep itu bisa menghemat biaya pakan hingga 50 persen. Sangat cocok buat pemula dan kondisi paceklik saat pandemi,’’ tuturnya.

Dosen pengampu mata kuliah pengantar bisnis tersebut membangun kolam dan membudiday­akan lele sejak 2019. Awalnya, kegiatan itu hanya untuk praktikum teman-teman mahasiswa. ’’Saat kebijakan WFH, justru makin banyak waktu untuk praktik sendiri,’’ ujarnya.

Kolam tersebut dibangun sedemikian rupa. Selain tak memakan banyak tempat, kolam terpal bioflok juga mudah dibersihka­n dan membuat ikan lebih higienis. ’’Dibanding kolam tambak, malah butuh tenaga besar. Kolam terpal bioflok gampang dibersihka­n. Tunggu tiga jam, bisa diisi air. Kalau tambak, tidak bisa. Harus tunggu sampai beberapa minggu kemudian,’’ terang Izul.

Dia mengakui, di awal pandemi, penjualan ikan lele tidak mudah. Sejumlah pelanggan kabur karena kebijakan pemerintah yang melarang makan di tempat. Kalau dihitung, sebelum pandemi, dia bisa menjual 12 kg per hari dengan nominal Rp 240 ribu. ’’Awal pandemi, banyak pelanggan yang kabur. Saya hanya bisa jual 7 kg per hari,’’ katanya.

Seiring waktu, penjualan lele tumbuh pesat. Saat ini Izul memiliki enam pelanggan setia. Mereka mengambil setidaknya 5 kg setiap hari. ’’Kalau ambil di tengkulak kan lebih mahal harganya. Mereka ambil di saya karena lebih murah,’’ imbuh pria yang identik dengan kacamata hitam itu.

 ?? LUDRY PRAYOGA/JAWA POS ?? PRODUKTIF: Muhsin memeriksa kolam lele miliknya. Saat pandemi, dosen pengantar bisnis itu lebih fokus menjalani bisnis sampingann­ya tersebut.
LUDRY PRAYOGA/JAWA POS PRODUKTIF: Muhsin memeriksa kolam lele miliknya. Saat pandemi, dosen pengantar bisnis itu lebih fokus menjalani bisnis sampingann­ya tersebut.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia