Minta Bisa Makamkan Jenazah di Kampung
Tunggu Hasil Tes PCR Terlalu Lama
SURABAYA, Jawa Pos – Penanganan Covid-19 menjadi pembahasan hangat dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Surabaya kemarin (12/7). Dewan menyampaikan beberapa usulan terkait penanganan gelombang kedua pandemi Covid-19.
Rapat banggar bersama TAPD tersebut sejatinya membahas pertanggungjawaban anggaran 2020. Namun, pimpinan dewan merasa isu penanganan Covid-19 juga perlu dibahas bersama jajaran eksekutif. Sebab, kondisi yang terjadi saat ini sangat mengkhawatirkan. Ada enam problem penanganan yang menjadi sorotan. Salah satunya terkait dengan antrean pemakaman
Meski lahan makamnya disendirikan, lokasinya tidak harus di TPU Keputih.”
Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan, warga rata-rata harus menunggu sampai 1 x 24 jam. Bahkan, ada yang lebih dari 24 jam meski tidak sampai dua hari. ’’Karena itu, kami mengusulkan agar jenazah pasien Covid-19 bisa dimakamkan di kampung saja,” katanya.
Dengan catatan, ada persetujuan dari pihak RT/RW. Protokol kesehatan (prokes) tetap dijalankan selama proses pemakaman. Orang yang memakamkan juga wajib mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. ’’Meski lahan makamnya disendirikan, lokasinya tidak harus di TPU Keputih,” terangnya.
Selain itu, waktu tunggu hasil uji swab PCR di laboratorium kesehatan daerah (labkesda) banyak dikeluhkan. Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Reni Astuti mengatakan, dari cerita warga yang menjalani isolasi mandiri (isoman), mereka diketahui positif dari hasil rapid antigen yang dilakukan pemkot.
Mereka pun menjalani isoman. Setelah itu, warga menjalani tes swab PCR. Namun, setelah sepekan lebih, hasilnya belum keluar. Selama itu, tidak ada penanganan apa pun yang dilakukan pemkot. ’’Kalau dibiarkan seperti itu, kondisinya bisa memburuk,” ucapnya.
Sebab, tidak sedikit kasus warga yang meninggal ketika isoman. Mereka rata-rata mengalami sesak napas. Tidak tertutup kemungkinan, kondisi yang bersangkutan menurun ketika menunggu hasil tes swab PCR. ’’Yang seperti itu jangan sampai bertambah banyak,” katanya.
Reni memahami beban labkesda saat ini memang cukup berat. Menurut informasi yang dia terima, masih ada 20 ribu sampel yang harus diselesaikan di labkesda. ’’Kalau menunggu antrean sebanyak itu, kapan selesainya? Ini kondisi darurat dan harus ada solusi konkret agar penanganannya bisa berjalan cepat,” tuturnya.
Karena itu, politikus PKS tersebut menyarankan agar pemkot menggunakan hasil rapid antigen untuk mengambil tindakan. Hasilnya lebih cepat diketahui. Dengan catatan, orang yang sudah dinyatakan negatif tetap wajib menjalankan prokes sesuai ketentuan. ’’Yang masih positif diperlakukan seperti orang positif,” terangnya.
Problem lain terkait isu kelangkaan oksigen. Baik tabung, regulator, maupun isinya. Awi mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang berhasil mengungkap salah satu pelaku penimbunan tabung oksigen. Dia berharap pemkot juga bergerak untuk mengantisipasi hal tersebut.
Penanganan terhadap isu kelangkaan oksigen juga berlaku untuk kelangkaan obat. Menurut Awi, pemahaman terkait obat terapi Covid-19 harus diperjelas. Sebab, saat ini masyarakat cenderung terstigma oleh merek tertentu.(adi/c6/git)