Jawa Pos

Kalau Harus Bayar Denda, Habis Modal Saya

Bagi Asep Lutfi Suparman, denda Rp 5 juta tidak akan bisa tertutupi keuntungan tiga hari berjualan di kedai kopinya. Karena itulah, dia memilih dibui.

- FIRGIAWAN-REZZA RIZALDI,

ASEP Lutfi Suparman kaget. ”Oh, di lapas ya. Saya pikir tadi dipenjara di mapolsek atau mapolres,” katanya dengan wajah agak pucat. Pemuda 23 tahun tersebut berada di depan Lapas Kelas II-B Kota Tasikmalay­a kemarin siang itu. Mengenakan sweter polos berwarna abu-abu dan kaus hitam, sebuah tas selempang berada di pundaknya.

Ayahnya, Agus Suparman, ikut mendamping­i.

Pemilik Kedai Kopi Look Up yang berlokasi di Kelurahan Tuguraja, Kota Tasikmalay­a, itu sebenarnya tahu bahwa kemarin dirinya harus menjalani eksekusi atas vonis dalam kasus pelanggara­n PPKM (pemberlaku­an pembatasan kegiatan masyarakat)

Seperti yang dilansir Radar Tasikmalay­a, dalam sidang virtual Selasa (13/7), hakim Pengadilan Negeri Kota Tasikmalay­a menjatuhka­n hukuman denda Rp 5 juta atau 3 hari kurungan badan.

Yang dia tidak tahu, akibat keterbatas­an pengetahua­n hukum, tiga hari itu ternyata harus dihabiskan di lapas sebagaiman­a dalam semua kasus yang sudah berkekuata­n hukum. Dikumpulka­n dengan narapidana berbagai kasus lain. ”Ya, gimana lagi, saya sudah siapkan mental untuk ini,” katanya kepada wartawan sebelum melangkah masuk ke lapas.

Asep divonis bersalah karena kedai kopinya buka sampai pukul 21.15. Ketika dirazia pada Rabu pekan lalu (7/7), ada sejumlah pembeli yang nongkrong di tempat usahanya yang terletak di lantai 3 rumah keluargany­a. Padahal, aturan PPKM darurat mengharusk­an semua pelaku usaha menutup tempat usaha mereka pada pukul 20.00. Juga, tidak boleh melayani pembelian di tempat.

Rata-rata, pelanggar PPKM darurat di berbagai daerah memilih membayar denda. Namun, tidak dengan Asep. Bagi dia, uang Rp 5 juta bukan jumlah kecil. Meski, sebenarnya keluargany­a juga bukan dari kalangan bawah secara ekonomi. Namun, dia tidak mau berpangku tangan kepada orang tuanya. ”Habis modal kalau saya harus bayar denda,” ujarnya.

Jika dihitung, lanjut Asep, laba dari penjualan kopi di kafenya selama tiga hari tidak akan bisa menutupi denda yang harus dibayar. Terlebih, pada masa PPKM darurat, pemesanan harus melalui layanan takeaway.

”Saya terima putusan yang ditetapkan hakim. Namun, untuk bayar denda Rp 5 juta, rasanya berat. Makanya, saya pilih tiga hari kurungan saja,” tuturnya menanggapi vonis hakim dalam sidang.

Agus, sang ayah, menjelaska­n bahwa putra kedua di antara empat bersaudara itu baru enam bulan lalu membuka usaha di bidang kopi. Dan, dia merasa bangga dengan keputusan yang ditunjukka­n putranya tersebut. ”Dia bersikukuh dengan keputusann­ya. Padahal, bagi saya, insya Allah mudah mengumpulk­an uang Rp 5 juta untuk bayar denda,” kata Agus.

Radar Tasikmalay­a sempat mendatangi lokasi kedai milik Asep. Tempat itu hampir tidak terlihat dari jalan raya. Hanya ada petunjuk arah di depan gang. Untuk menuju ke kedai, pengunjung harus masuk gang sekitar 30 meter dari bibir jalan. Mendongak ke atas, baru tampak kedai tersebut: di lantai 3 rumah keluargany­a dengan konsep separo terbuka tanpa atap. Mungkin karena itu namanya Look Up.

Setelah divonis bersalah, Asep menceritak­an, pada Rabu malam lalu itu, saat petugas datang melakukan razia, sebenarnya yang berada di Kedai Kopi Look Up hanya teman-teman dekatnya. Tidak ada pembeli umum. Pada hari-hari sebelumnya, dia juga biasanya patuh tutup pada pukul 20.00. ”Tapi, ya mau gimana lagi keputusann­ya begitu. Toh, tetap salah di mata hukum,” keluhnya ketika itu dengan nada sendu.

Jaksa Ahmad Sidiq yang menangani perkara tindak pidana ringan itu menyatakan, pihaknya tidak langsung melakukan eksekusi karena ingin memberikan kesempatan kepada Asep untuk mempertimb­angkan. Menurut dia, itulah langkah humanis yang dilakukan terhadap penerima sanksi PPKM darurat. Sebab, bagaimanap­un, kurungan badan bukan hal sepele meski hanya beberapa hari. ”Khawatirny­a ada salah paham. Ketika divonis, anggapanny­a harus langsung dibayar. Padahal, bisa minta waktu (untuk membayar denda, Red),” terangnya.

Agus memastikan, Asep memang bersikukuh memilih dipenjara. Meski pilu melihat sang anak masuk bui, dia akhirnya mendukung sikap anaknya tersebut. ”Bagaimanap­un, saya bangga. Ini bukti dia bertanggun­g jawab dan melaksanak­an putusan pengadilan,” tuturnya terharu.

Keharuan Agus itu terbaca di rautnya ketika sang anak dibawa petugas masuk. Kemudian, diperiksa administra­sinya sesuai dengan syarat dan ketentuan narapidana pada umumnya. Tidak lama berselang, Asep yang sudah menjalani swab test dan hasilnya negatif keluar ruangan dan memasuki area penahanan dengan rambut plontos. Bajunya sudah berganti baju tahanan seperti narapidana di lapas tersebut. Dia digiring petugas ke lapas sel tahanan Situ Cilambu Blok 12 yang berlokasi di bagian paling belakang area lapas. Di sel tersebut, terdapat puluhan narapidana lainnya dengan kasus kriminal umum yang menjalani masa tahanan belasan sampai puluhan tahun lamanya.

”Tidak ada ruang khusus. Selnya disatukan dengan narapidana lain. Apalagi, ruang sel tahanan di kita kan penuh,” jelas Kalapas Kelas II-B Tasikmalay­a Davi Bartian kepada Radar Tasikmalay­a.

Founder Ngopi di Tasikmalay­a Roni Mulyana menyesalka­n apa yang harus dialami Asep. Dia berencana melakukan gerakan solidarita­s dengan mempertaha­nkan pengoperas­ian Kafe Look Up. ”Ini bentuk empati dari kami, bukan berarti membela pelanggar PPKM darurat,” ujarnya.

Roni dan rekan-rekannya sudah menyiapkan bahan mentah hasil swadaya di komunitasn­ya. Look Up akan tetap buka dan melayani para pembeli secara takeaway. ”Jadi, meski Asep menjalani kurungan badan, kafenya masih tetap beroperasi dan mendatangk­an penghasila­n untuk pemiliknya,” jelasnya.

Itu tentu kabar baik bagi Asep. Namun, yang terpenting baginya sekarang adalah harus bertahan di tempat barunya selama tiga hari terhitung sejak kemarin. Untuk sebuah pelanggara­n buka kedai 1 jam 15 menit lebih lama dari yang diizinkan.

 ?? REZZA RIZALDI/RADARTASIK.COM ?? BERSIKUKUH: Asep Lutfi Suparman (dua dari kanan) di Lapas Kelas II-B Tasikmalay­a kemarin (15/7).
REZZA RIZALDI/RADARTASIK.COM BERSIKUKUH: Asep Lutfi Suparman (dua dari kanan) di Lapas Kelas II-B Tasikmalay­a kemarin (15/7).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia