Kasus Melonjak, Oksigen Langka di Myanmar
Sistem Kesehatan Lumpuh sejak Kudeta
YANGON, Jawa Pos – Ye Kyaw Moe mempertaruhkan keselamatannya. Dia melanggar jam malam demi antre untuk mengisi ulang tabung oksigen miliknya. Salah satu anggota keluarganya terpapar Covid-19. Pria yang berprofesi sebagai pelaut itu menyelinap keluar rumah pukul 3 dini hari.
Warga Yangon tersebut berhati-hati agar tak bertemu anggota militer yang berjaga. Sudah bukan rahasia jika militer Myanmar tega menembak warga sipil. Tidak peduli itu tua, muda, anak-anak, atau perempuan. Sejak kudeta, lebih dari 900 orang warga sipil tewas terbunuh. Sayangnya, begitu sampai di tempat pengisian, sudah ada warga lain yang antre di depannya. Ye Kyaw Moe harus menunggu berjam-jam, bahkan mungkin seharian, itu pun jika masih ada sisa ketika gilirannya tiba.
Oksigen sudah langka di Myanmar. Antrean mengular menjadi pemandangan harian. Sebagian penduduk bahkan sengaja membawa kursi dari rumah karena tahu bakal menunggu lama. Panjangnya proses antrean itu membuat sebagian pasien harus kehilangan nyawa. Adik perempuan Than Zaw Win salah satunya. ”Ketika saya antre mengisi oksigen, sepupu saya menelepon meminta saya pulang karena adik perempuan saya sudah meninggal,” ujar Than Zaw Win seperti dikutip Agence FrancePresse kemarin (15/7).
Meski situasinya mengkhawatirkan, junta militer Myanmar tetap bersikukuh bahwa persediaan oksigen aman. Penduduk diminta tenang dan tidak menyebarkan rumor. Tapi, kenyataan di lapangan berkata lain.
Angka penularan harian di Myanmar terus melejit. Rabu (14/7) ada lebih dari 7 ribu kasus baru. Padahal, di awal Mei hanya ada 50-an kasus per hari. Angka kematian juga terus melonjak. Tempat-tempat kremasi dan pemakaman kewalahan. Per hari tempat kremasi melayani 400–500 orang. Itu berkali-kali lipat dibanding hari biasa. Relawan harus turun untuk ikut mengambil jenazah di rumah-rumah penduduk.
Ledakan penularan terjadi pascakudeta. Tenaga medis mogok massal. Demo pecah di mana-mana dan sistem kesehatan lumpuh. Angka vaksinasi juga rendah. Dari 54 juta penduduk, baru 1,75 juta saja yang sudah divaksin. ”Junta militer kekurangan sumber daya, kemampuan, dan legitimasi untuk mengendalikan krisis ini,” ujar Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews. Situasi bisa mematikan karena tingginya ketidakpercayaan penduduk kepada junta militer.
Nasib serupa dialami Argentina. Angka kematian akibat Covid-19 terus melonjak. Argentina menjadi negara kelima di Amerika Latin yang angka kematiannya melebihi 100 ribu jiwa. Total kasus sejak awal pandemi sudah mencapai 4,7 juta. Pada Rabu lalu terjadi 614 kematian.
”Indeks melonjak sekali lagi,” ujar Kepala Pan American Health Organization (PAHO) Carissa Etienne. Dia menegaskan bahwa Argentina pernah benar-benar terpukul. Namun, mereka bisa mengendalikan situasi. Tapi, masyarakat kemudian kembali lengah. Situasi kian memburuk karena krisis perekonomian di negara tersebut. Banyak penduduk yang kesulitan hanya untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Tak jauh dari Argentina, Presiden Brasil Jair Bolsonaro kini berada di rumah sakit (RS). Dia bakal segera dioperasi. Bolsonaro mengalami penyumbatan usus. Sebelumnya pemimpin 66 tahun itu mengalami cegukan terus-menerus selama sepuluh hari terakhir. Awalnya dia hanya dirawat di RS militer di Brasilia. Namun, Rabu dia dilarikan ke RS di Sao Paulo dengan menggunakan pesawat Angkatan Udara Brasil.
”Ini pernah terjadi pada saya sebelumnya. Mungkin karena obat-obatan yang harus saya konsumsi, jadi saya cegukan 24 jam setiap harinya,” ujar Bolsonaro pekan lalu.
Tidak diketahui apakah Bolsonaro betul-betul sakit atau hanya menghindari penyelidikan. Sebab, dia dilarikan ke RS setelah Senat membuka penyelidikan terkait kebijakan penanganan pandemi pemerintah Brasil. Rabu penyelidikan diperpanjang hingga 90 hari ke depan. Pandemi di Brasil sudah merenggut 540 ribu nyawa.
Tak cukup sampai di situ, Bolsonaro juga diselidiki jaksa umum terkait dugaan penggelapan pembelian vaksin Covid-19. Oposisi juga mendorong agar parlemen memproses pelengseran Bolsonaro.