Percepat Proses, GPEI Minta Petugas Lembur
DJBC Koordinasi dengan Tempat Penimbunan untuk Berikan Relaksasi kepada Pelaku Usaha
SURABAYA, Jawa Pos – Terhambatnya arus impor-ekspor di Pelabuhan Tanjung Perak dan beberapa pelabuhan di Indonesia membuat pengusaha resah. Hal itu terjadi akibat sistem pengurusan administrasi online kepabeanan error. Mereka pun meminta pihak terkait meningkatkan kinerja selama aplikasi Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) belum pulih. Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan menyatakan, penerapan sistem manual membuat para pengusaha dengan orientasi ekspor frustrasi. Sebab, eksportir maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sudah terbiasa melakukan pengurusan dokumen secara daring. ’’Kalau memang ingin melakukan upgrade, seharusnya direncanakan agar tak mengganggu kinerja. Kalau tiba-tiba seperti ini, kami banyak merugi,’’ ucapnya.
Dia mengatakan, banyak eksportir yang terpaksa mengembalikan barang ke gudang atau menyimpan di depo dekat pelabuhan. Sebab, kapasitas pelabuhan tak bisa menampung. Mereka pun akhirnya harus mengajukan pengiriman ulang dengan kapal selanjutnya.
Padahal, lanjut Isdarmawan, ketepatan waktu pengiriman merupakan hal yang sensitif bagi eksportir selama pandemi. Apalagi, ongkos pelayaran internasional terus meninggi. ’’Biasanya, setiap dua minggu sekali tarif untuk mengirim barang ke luar negeri bakal naik,’’ imbuhnya.
Isdarmawan menyebutkan, banyak tarif pelayaran yang naik tiga sampai lima kali lipat selama pandemi. Dia mencontohkan ongkos kirim peti kemas ke Eropa yang biasanya berada di kisaran USD 1.800– 2.000 per twenty-foot equivalent unit (TEU). Sekarang, tarifnya sudah mencapai USD 6 ribu per TEU. Ongkos ke Mesir terkerek dari USD 1.800 menjadi USD 8 ribu per TEU.
’’Selama pandemi ini, kami sudah dibebani urusan harga pelayaran yang meroket serta ketersediaan kontainer yang menipis. Jangan lah kita sudah jatuh malah harus tertimpa tangga,’’ ucapnya.
Karena itu, GPEI Jatim sendiri sepakat untuk meminta pihak DJBC memaksimalkan kinerja selama sistem masih manual.
Salahsatunyadenganmengerahkan semua pegawai untuk memaksimalkanpengurusandokumen. ’’Kalau perlu lembur. Keadaannya memang genting,’’ ujarnya.
Isdarmawan mengungkapkan, DJBC memberi kabar bahwa sistem CEISA di pusat diharapkan bisa pulih Sabtu (17/4). Dia berharap hal itu benar sehingga eksportir bisa kembali ke sistem normal minggu depan.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat menyatakan, sistem layanan CEISA memang mengalami gangguan pada sisi database. Hal itu membuat pelayanan kepabeanan dan cukai menjadi terganggu secara signifikan. ’’Gangguan tersebut telah mengakibatkan layanan kepabeanan terkendala. Antara lain, pengiriman dokumen pemberitahuan impor barang (PIB), pengiriman pemberitahuan ekspor barang (PEB), pengurusan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB), nota pelayanan ekspor (NPE), serta beberapa layanan lainnya,’’ paparnya.
Untuk memaksimalkan pelayanan, tambah Syarif, pegawai yang semula WFH diminta bekerja di kantor untuk memastikan arus dokumen bisa lancar. Pihaknya juga membuat skala prioritas di setiap kantor pelayanan. Dokumen ekspor dan impor yang memiliki kondisi tertentu, seperti yang akan closing time, bakal didahulukan.
’’Kami juga menjadikan kondisi force majeure ini sebagai momentum untuk memperkuat keandalan CEISA. Yakni, melalui penguatan system operating procedure (SOP), penguatan back up data, dan proses upgrading system. Kami juga berkoordinasi agar pengelola tempat penimbunan sementara memberikan relaksasi kepada pelaku usaha,’’ jelasnya.