Tentukan Pilihan Itu seperti Cari Sepatu
Dongeng, yang sering kali dianggap tak masuk akal, terkadang justru bisa membawa seseorang ke titik balik kehidupannya. Inilah yang dialami Saski dalam A Perfect Fit. Hidupnya yang sudah on the track kemudian dihadapkan pada persimpangan. Hanya karena sebaris ramalan.
RAMALAN itu datang dari seorang bernama Hadra (Christine Hakim). Fashion blogger asal Bali, Saski (Nadya Arina), tak sengaja bertemu dan berkenalan dengan Hadra saat menghadiri fashion show bersama kekasihnya, Deni (Giorgino Abraham).
Deni pergi lebih dulu. Sebelum Saski benar-benar bertolak, dia ngobrol dengan Hadra sebentar dan mendapat sesi ramalan gratis. Dari kartu yang Saski pilih, Hadra melihat akan ada jalan baru yang ditempuh gadis itu. Selembar daun lontar diberinya sebagai alat bantu bagi Saski untuk menemukan ’’jalan baru’’-nya.
Jalan baru itu Saski temukan ketika mencari aksesori. Dia bertemu perajin sepatu bernama Rio (Refal Hady). Di sinilah liku-liku perjalanan Saski sebagai perempuan muda yang mencari jati diri dimulai.
Kalau saja Saski langsung pergi di acara fashion show tadi, mungkin dia tak akan mendengar ramalan Hadra dan tidak akan menemukan toko sepatu Rio. Juga tidak akan menyadari bahwa hubungannya dengan Deni terbilang toxic serta tidak pusing memikirkan mau memilih antara keluarga dan tradisi atau cintanya.
Sang sutradara, Hadrah Daeng Ratu, sengaja menggabungkan unsur dongeng dan menjadikannya salah satu unsur penggerak penting dalam cerita tersebut. Dia mengaku terinspirasi dari dongeng Cinderella yang juga lekat dengan sepatu. ’’Ini berkaitan dengan sesuatu yang kita khayali, tapi selalu kita harapkan supaya kejadian dan menjadi nyata. Nggak ada yang nggak mungkin di dalam cinta,’’ ungkap Hadrah dalam jumpa pers virtual pada Kamis (15/7).
Hadrah menulis cerita itu bersama sineas kawakan Garin Nugroho yang juga bertanggung jawab sebagai desainer produksi. Mereka memilih Bali sebagai latar film karena dua alasan. Pertama dan yang utama adalah Bali terkenal sebagai tempat tradisi dan modernitas bercampur menjadi satu secara harmoni.
Alasan kedua, Bali merupakan destinasi wisata favorit lokal dan mancanegara. Hadrah dan Garin berusaha menghadirkan Bali dalam bentuk pengalaman virtual. Apalagi karena pandemi, orang sulit untuk berlibur ke Pulau Dewata. ’’Jadi, memang desainnya disusun untuk merepresentasikan Bali dalam apa yang disebut virtual experience itu,’’ jelas Garin.
Selain dongeng serta perpaduan antara tradisi dan modernitas, ada satu unsur lagi yang mereka tonjolkan dalam film itu. Yakni, pemberdayaan perempuan. Unsur tersebut sangat melekat pada Saski sebagai karakter utama. Dia sebagai perempuan dihadapkan pada pilihan untuk mengambil jalan sendiri atau mengikuti apa yang orang-orang sekitar harapkan.
Saski digambarkan sebagai karakter yang mandiri dan tidak takut untuk menyampaikan pendapatnya. Nadya merasa dirinya terwakilkan dalam karakter itu dengan berbagai permasalahan yang juga dia yakin dialami banyak orang. ’’Film ini kayak ngasih tahu ke generasi muda bahwa we’re not alone,’’ terang Nadya.
Giorgino merasa bahwa karakter Deni terbilang menantang baginya karena beda banget dengan kepribadiannya.
Deni sebagai pacar Saski punya kecenderungan ingin mendominasi. Datang dari keluarga berada dan punya power, Deni tumbuh menjadi anak yang manja dan intoleran.
Film A Perfect Fit tayang perdana pada 15 Juli di Netflix. Hadrah, Garin, dan seluruh pemain serta kru berharap bahwa kisah itu bisa semakin membuka mata dunia akan kayanya tradisi di Indonesia. Juga menyampaikan pesan kepada anak-anak muda bahwa memilih pasangan –atau apa pun– sama seperti memilih sepatu. Harus cari yang benar-benar cocok dan nyaman untuk diri sendiri.