Jawa Pos

Jersey Juara Tidak Selalu Primadona

Setelah menanti 15 tahun, akhirnya Italia kembali jadi kampiun turnamen mayor tahun ini. Titel tersebut bisa dibilang bak oase bagi semua elemen tifosi yang memiliki ragam cara dalam mendukung Italia. Salah satunya melalui mengoleksi jersey Azzurri (juluk

-

”ITALIA jarang juara (sejak era milenial, Red). Jadi, mengoleksi jersey Italia juga butuh perjuangan,” ucap salah seorang kolektor jersey Italia asal Surabaya Barry Junius Widjaja kepada Jawa Pos.

Pernyataan ayah dua anak itu memang fakta. Momen terdekat Italia juara sebelum Euro tahun ini adalah Piala Dunia 2006 lalu. Italia menjadi salah satu negara yang kompetisin­ya masuk lima liga top Eropa, tetapi minim prestasi sejak era milenial selain Inggris.

Lebih banyak jadi pecundang. Contoh ketika jadi runner-up Euro 2000 dan Euro 2012. Ada lagi peringkat ketika Piala Konfederas­i 2013. Jadi, jarang kolektor jersey Italia yang murni berangkat dengan mengoleksi jersey Italia. Kebanyakan mereka juga mengoleksi jersey dari tim-tim Serie A.

Bandingkan dengan tiga negara lain seperti Prancis, Jerman, dan Spanyol. Les Bleus (julukan Prancis) kampiun Piala Dunia 2018, Piala Konfederas­i 2003 dan 2001, serta Euro 2000. Sementara itu, Jerman juara Piala Konfederas­i 2017 dan Piala Dunia 2014. Spanyol bahkan dengan hat-trick Euro 2012, Piala Dunia 2010, dan Euro 2008.

Perjuangan yang dimaksud Barry lebih pada kesabaran para tifosi Italia menanti juara. Dengan demikian, tak jarang dalam menanti momen juara itu ”iman” kerap goyah. Yakni, menjual beberapa koleksi. Lebih jauh, juga sebagai ajang ”seleksi alam” untuk jersey yang memang memiliki nilai historis tinggi.

Untuk hal itu, Barry memilih untuk mengabadik­an jersey Italia 2006. Semakin istimewa lantaran jersey itu masuk kategori match issue alias jersey cadangan yang disiapkan kitman untuk pemain.

Kebetulan, jersey tersebut merupakan match issue striker Alessandro Del Piero. Del Piero merupakan sosok idola Barry di Juventus. Del Piero juga mencetak salah satu gol memorable bagi Italia di semifinal melawan tuan rumah Jerman yang memastikan tiket ke final.

Pria asal Surabaya itu menunggu sekitar setahun untuk mendapatka­nnya dari pemilik sebelumnya seorang warga negara Jerman. Begitu ada kesempatan, Barry langsung gerak

cepat. Dia rela merogoh kocek sekitar Rp 8 juta untuk mengamanka­n jersey idamannya itu. Momen mendapatka­nnya berselisih sedekade dari ketika Italia kampiun Piala Dunia 2006.

”Apalagi, ada kesempatan bertemu Del Piero langsung di Medan. Selain wajib foto bareng, saya minta ’legalisasi’ di bagian belakang plus nama saya ditulis di sana. Jersey ini tidak akan saya lepas,” ujar Barry.

Beda lagi dengan Yuni Hartanta. Prestasi bukan yang utama baginya untuk mengoleksi jersey Italia. Pria 42 tahun itu secara spesifik langsung tertarik pada desain jersey Italia 2000 yang simpel dan mirip jersey sepeda.

Kala itu, Italia tampil di Euro dengan mengganden­g apparel Kappa. Berganti dari Nike. Material yang digunakan untuk jersey player issue pun unik. Yakni, elastis karena terbuat dari 87% polyster dan 13% lycra. Atau,

istilahnya jersey combat karena pres bodi.

Tetapi, keinginann­ya itu baru terwujud 12 tahun berselang ketika dia mulai mengenal situs jual beli jersey CFS (Classic Football Shirts) dan eBay. Kala itu, dia mengeluark­an uang sekitar Rp 1,5 juta. Keinginann­ya yang terwujud tersebut juga menuntaska­n penasarann­ya terkait teknologi jersey Italia 2000 player issue yang katanya bisa melar hingga 30 cm.

Juara dan desain adalah beberapa kategori dalam mengoleksi jersey. Tetapi, ada satu lagi kategori yang tidak kalah penting. Yakni, mengoleksi jersey pemain idola. Hal itu dilakukan Amin Hidayat. Dia mengidolai eks trequartis­ta Italia Roberto Baggio. Jadi, mayoritas jersey Italia miliknya berbau mantan pemain Juve, AC Milan, Inter Milan, dan Brescia Calcio itu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia