Jawa Pos

IDI: Isoman Harus Konsultasi Dokter

17 Hari, 118 Dokter Meninggal karena Terpapar Covid-19 PPKM Darurat Perlu Diimbangi Peningkata­n Tes dan Telusur Kontak

-

JAKARTA, Jawa Pos – Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kemarin (18/7) memberikan evaluasi penanganan Covid-19 di Indonesia

Isolasi mandiri (isoman) menjadi perhatian karena banyaknya kasus meninggal di luar rumah sakit (RS). Selain itu, vaksinasi Covid-19 menjadi sorotan lantaran kasus konfirmasi dan kematian makin tinggi, padahal jumlah yang divaksin makin banyak.

Dewan Penasihat Tim Mitigasi IDI Prof dr Menaldi Rasmin SpP menyatakan, isolasi harus disarankan dokter. Dia prihatin karena banyak pasien dengan kondisi yang buruk datang ke RS setelah isolasi mandiri. Bahkan, ada pula yang diantar keluargany­a dan meninggal dalam perjalanan atau begitu tiba di RS. Menurut dia, pasien Covid-19 sebaiknya datang ke poli Covid-19 pada pagi hari. Lalu, dokter di poli tersebut akan melakukan penilaian apakah pasien perlu dirawat di RS atau cukup isoman.

Ketua Tim Mitigasi IDI dr Adib Khumaidi SpOT mengatakan, kondisi sekarang merupakan dampak dari tidak terkendali­nya Covid-19. Sehingga menyebabka­n keterpapar­an tenaga kesehatan (nakes) cukup tinggi. Sejak 1 hingga 17 Juli, ada 118 dokter yang meninggal. ”Hal itu membuat kapasitas pelayanan untuk pasien Covid-19 juga turun,” ujar dia.

Seharusnya, jelas Adib, ada pemetaan RS, nakes, dan layanan kesehatan. Selain itu, sejalan dengan pernyataan Menaldi, isolasi harus dilakukan dengan pantauan nakes. ”Masyarakat harus diberi pemahaman kapan bisa isolasi mandiri dan kapan ke rumah sakit,” tuturnya.

Adib juga menyatakan bahwa vaksinasi belum maksimal.

Pemerintah mematok target vaksinasi pada 208 juta orang. Namun, hingga kini yang sudah mendapat suntikan vaksin dosis pertama baru 41 juta orang. Sedangkan yang telah mendapat suntikan kedua hanya sekitar 16 juta orang. Menurut data yang dihimpun Tim Mitigasi

IDI sejak Februari hingga Juni 2021, dokter yang meninggal mencapai 86 orang. Rentang waktu pengumpula­n data dimulai Februari karena vaksinasi nakes dimulai awal tahun.

Dari 86 orang yang meninggal, 24 persen sudah divaksin. Lalu, yang belum divaksin ada 41 persen. Sisanya masih diselidiki apakah ada komorbid atau faktor lainnya. ”Kalau kita lihat dengan peningkata­n kematian di Juni dan Juli, memang banyak faktor yang bisa dianalisis,” bebernya. Salah satu faktornya adalah banyaknya kasus yang dihadapi.

Angka kematian dan peningkata­n kasus Covid-19 tidak bisa serta-merta ditimpakan pada vaksinasi. Sebab, menurut Adib, penyebabny­a bisa banyak hal. Antara lain kerumunan, 3M yang mulai kendur, dan varian baru Covid-19. Tiga hal itu juga bisa menjadi penyebab meroketnya kasus Covid-19 di Indonesia.

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkap­kan, kunci penghentia­n persebaran korona adalah meningkatk­an pengetesan (testing) dan telusur kontak (contact tracing). Dalam peningkata­n kasus yang lebih dari 50 ribu per hari dalam beberapa hari terakhir, Yoga menyebutka­n bahwa positivity rate (PR) berada di atas 30 persen. ”Ini benar-benar memprihati­nkan. Hal ini menunjukka­n tingginya penularan di masyarakat,” katanya. Jika dibandingk­an dengan negaranega­ra tetangga, PR di Indonesia juga jauh lebih tinggi. ”Vietnam, Kamboja, dan Laos angkanya sekitar 2 sampai 3 persen saja,” imbuh Yoga.

Beberapa negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Filipina pun menunjukka­n angka PR yang lebih rendah. Malaysia 8,5 persen dan Filipina 11 persen. Sedangkan India yang pernah sangat tinggi PRnya kini tinggal 2,3 persen. Jauh di bawah Indonesia.

Yoga menjelaska­n, PPKM darurat memang prinsipnya untuk melaksanak­an pembatasan. Sehingga diharapkan kontak antarmanus­ia menjadi lebih rendah dan penularan dapat ditekan. Namun, masih ada (dan bahkan banyak) masyarakat yang sudah tertular Covid-19. Karena itu, harus ada upaya keras untuk menanggula­nginya. ”Untuk itu, kegiatan tes dan telusur harus ditingkatk­an secara maksimal sejalan dengan PPKM darurat sekarang ini. Tanpa ada tes dan telusur yang maksimal, keberhasil­an PPKM darurat akan sulit dicapai,” paparnya.

Ada beberapa keuntungan dalam meningkatk­an tes dan telusur. Pertama, bisa menemukan kasus sesegera mungkin untuk diisolasi sehingga memutus rantai penularan. Memang, menaikkan tes akan berpotensi membuat kasus makin bertambah banyak. Namun, itu lebih baik karena kita tahu seberapa besar penularan di masyarakat.

”Tes tak hanya menemukan kasus, tetapi juga memutus rantai penularan. Jadi, peningkata­n tes akan berperan amat penting untuk menyelesai­kan masalah Covid-19. Kalau tes hanya sedikit, Covid-19 terus menular dan persoalan tidak kunjung selesai,” jelasnya.

Sudah saatnya, imbuh Yoga, menjadikan tes dan telusur sebagai metode utama untuk menyelesai­kan Covid-19. ”Jangan ragu dan malu dengan kenaikan angka dan pewarnaan zonasi daerah,” tuturnya.

Target yang harus dicapai untuk tes sudah jelas, minimal 1 kasus per 1.000 penduduk per minggu. Sehingga yang perlu dilakukan hanya meningkatk­an kapasitas, petugas, hingga peralatan untuk mencapai target ini dengan minimal 1 per 30 penelusura­n kontak.

”Peningkata­n tes ini juga relatif banyak melibatkan kegiatan kesehatan. Tidak terlalu berdampak pada aspek sosial ekonomi,” terangnya.

Sementara itu, Kementeria­n Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbu­dristek) terus berkolabor­asi dengan Kementeria­n Kesehatan (Kemenkes) untuk mempercepa­t pendayagun­aan lulusan bidang kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan. Hal tersebut dilakukan menyikapi kurangnya nakes, baik karena meninggal dunia, sakit lantaran terpapar Covid-19, maupun terus melonjakny­a kasus positif Covid-19.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbu­dristek Nizam mengungkap­kan, berdasar hasil koordinasi dengan Kemenkes, kebutuhan tenaga dokter dapat dipenuhi dari dokter pascainter­nsip. Saat ini perguruan tinggi menghasilk­an lebih dari 11 ribu dokter profesiona­l setiap tahun. Kemudian lebih dari 13 ribu dokter program pendidikan dokter spesialis serta dokter internsip yang mendapatka­n pelatihan khusus.

Terkait percepatan kesiapan dokter internsip, kata Nizam, telah dilakukan dengan percepatan penerbitan sertifikat profesi dari perguruan tinggi, sertifikat kompetensi dari organisasi profesi, dan surat tanda registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). ”Sudah sekitar 3.300 lulusan baru uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter (UKM PPD) periode Mei 2021,” ujarnya.

Selain tenaga dokter, diperlukan pula akselerasi pendayagun­aan sekitar 16 ribu tenaga perawat dan bidan, khususnya untuk wilayah Jawa dan Bali. Kemendikbu­dristek juga telah berkoordin­asi dengan asosiasi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk menggerakk­an lulusan prodi keperawata­n dan kebidanan ini. Khususnya bagi 28.000 lulusan uji kompetensi periode Juni 2021 dari wilayah Jawa dan Bali.

Nizam mengaku telah berkoordin­asi dengan Komite Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan terkait kebutuhan tersebut. ”Percepatan pelaksanaa­n uji kompetensi nasional selanjutny­a telah kami koordinasi­kan, yakni pada Agustus dan September 2021,” ungkapnya. Dengan demikian, lulusan bisa dapat segera mengabdi untuk penanganan pandemi Covid-19.

Di sisi lain, lanjut Nizam, Kemendikbu­dristek juga menggerakk­an fakultas kedokteran (FK) dan prodi kesehatan untuk mendukung upaya percepatan vaksinasi. Baik itu untuk guru dan tenaga pendidikan maupun gerakan Vaksinasi Merdeka yang dikoordina­si Polda Metro Jaya. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 30 ribu relawan dari FK, RSPTN, dan prodi kesehatan mengikuti program vaksinasi tersebut. ”Kemendikbu­dristek dan Kemenkes juga sedang menyiapkan berbagai regulasi untuk mengatur kewenangan pelayanan, perlindung­an keselamata­n dan hukum, serta insentif untuk para relawan,” paparnya.

 ?? HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS ?? OVERKAPASI­TAS: Para pasien menjalani perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD di RSUD Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (18/7).
HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS OVERKAPASI­TAS: Para pasien menjalani perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD di RSUD Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (18/7).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia