Kisah Mencekam dalam Rumah
Film Paranoia Tayang di BIFAN
BUCHEON, Jawa Pos – Paranoia, film baru bergenre thriller produksi Miles Films, akhirnya tayang perdana di layar lebar. Namun, bukan di Indonesia. Film tersebut diputar di Bucheon, Korea Selatan, dalam pergelaran Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN) ke-25 yang berlangsung mulai 8 Juli hingga kemarin (18/7). Di BIFAN tahun ini, Paranoia tayang dua kali. Yakni, pada 11 Juli dan 15 Juli lalu.
Paranoia menjadi salah satu film Indonesia yang debut di festival itu selain
Nussa: The Movie karya Bony Wirasmono dan Simpul Mati (Death Knot) karya Cornelio Sunny. ’’Suatu kehormatan Paranoia bisa ditayangkan perdana di BIFAN,’’ ucap sutradara Riri Riza dalam sambutannya secara virtual di festival internasional tersebut. Yang menarik,
Paranoia bisa dibilang merupakan film pertama Miles Films yang bergenre thriller.
Dalam wawancara dengan Jawa Pos, Riri menjelaskan bahwa sebetulnya thriller bukan sesuatu yang asing bagi rumah produksinya. Di film-film Miles terdahulu, mereka kerap memasukkan sedikit unsur ketegangan dan laga ala thriller. ’’Jadi, saya rasa bukan mendadak secara genre. Tapi, kenapa Paranoia yang dipilih, itu karena memang cerita inilah yang memungkinkan buat kami di masa itu (pandemi, Red),’’ ungkapnya.
Paranoia diproduksi di tengah rencana Miles Films menelurkan beberapa film. Salah satunya Petualangan Sherina 2. Namun, film-film itu sulit diproduksi karena terhalang pandemi. Akhirnya tim Miles Films dan Riri memikirkan ide cerita baru yang sekiranya bisa diproduksi di tengah situasi saat ini. Lahirlah Paranoia dengan genre thriller.
Pemeran Dina, Nirina Zubir, mengaku sempat kaget karena menilai Paranoia berbeda dengan tema-tema yang selama ini diangkat Miles. Saat menonton pun, dia mengaku hasilnya ’’wow’.’
’’Sepanjang film, aku dibuat tegang. Padahal sudah tahu jalan ceritanya,’’ ujar Nirina dalam keterangan tertulis. Selain Nirina, ada Nicholas Saputra (sebagai Raka), Lukman Sardi (Gion), dan Caitlin North (Laura).
Sekilas, Paranoia mengambil latar kisah dalam rumah di mana sebuah keluarga menghadapi situasi mencekam. Mereka menebak siapa yang melakukan tipu muslihat dan siapa yang bisa dipercaya. Dengan garis besar cerita itu, pengambilan gambar dilakukan di lokasi khusus yang terkarantina. Selama 27 hari, tidak boleh ada yang keluar atau masuk ke lokasi tersebut.
Bukan cuma proses syuting. Pengembangan cerita pun dilakukan secara virtual. Riri dan produsernya,
Mira Lesmana, banyak belajar dari referensi film independen Eropa yang punya strategi penceritaan cerdas dan bisa dikerjakan kru dalam jumlah kecil.
Untuk memperlancar proses syuting, Riri lebih dulu membuat koreografi adegan dalam imajinasinya. ’’Setiba di lokasi (syuting), baru latihan intensif dengan semua pemain dan kru,’’ katanya.
Proses syuting pun disiapkan sebaikbaiknya dengan menyesuaikan situasi pandemi. Demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan selama syuting, Riri menggandeng ahli epidemiologi sebagai konsultan protokol kesehatan.
Penayangan Paranoia di BIFAN ke-25 untuk film-film nonkonvensional juga tidak terlepas dari dukungan KBRI Seoul. Film itu tak hanya ditayangkan secara daring, tapi juga luring di jaringan bioskop yang ada di Korsel. Namun, belum diumumkan kapan film tersebut bisa ditonton di Indonesia.