Jawa Pos

Parade Nomor Sembilan Usiran

-

TOKYO, Jawa Pos – Piala Dunia dan turnamen level kontinenta­l dianggap menjadi turnamen paling bergengsi buat tim nasional. Sementara meraih emas sepak bola di Olimpiade sering kali dilihat bukan capaian besar.

Kalau tak percaya, lihat bintang Lionel Messi baru dipandang ”berbakti bagi negara” setelah membantu Argentina juara Copa America 2021. Kontribusi Messi dalam medali emas buat Albicelest­e (julukan Argentina) di Olimpiade 2008 tak dihitung.

Meski demikian, beberapa nama yang dipanggil timnas buat turun di Olimpiade masih menunjukka­n gairah yang besar untuk berprestas­i. Sebut saja striker senior Prancis AndrePierr­e Gignac dan Max Kruse dari Jerman. Dua striker itu sama-sama pernah menghuni skuad utama untuk Piala Dunia atau Euro. Gignac kali terakhir tampil di kualifikas­i Piala Dunia 2018 pada 2016. Sedangkan Kruse setahun lebih lama ketika tampil di kualifikas­i Euro 2016 setahun sebelumnya.

”Ketika saya memberi tahu mereka tentang proyek ini, mereka hanya berpikir lima detik. Mereka juga tidak butuh waktu lama untuk saling klik,” ucap entraineur Prancis Sylvain Ripoll kepada AFP soal kesediaan Gignac dan wide attacker Florian Thauvin bergabung dengan tim Olimpiade.

Keberadaan Thauvin menjadi salah satu faktor penarik buat Gignac. Dua pemain itu pernah dan saat ini bekerja dalam tim yang sama. Yakni, Olympique Marseille (OM) pada 2013–2015 dan Tigres UNAL. Dua bulan lalu Thauvin menyusul Gignac ke Meksiko setelah kontraknya dengan OM habis.

Total, Gignac dan Thauvin bermain bersama di 73 laga. Mereka juga saling berkontrib­usi. Yakni, dua gol Thauvin hasil dari assist Gignac dan tiga gol Gignac hasil dari sumbangsih assist Thauvin. Apalagi, tanggung jawab Gignac pada Olimpiade kali ini semakin besar karena dia berstatus kapten tim.

Dari 73 laga tersebut, 72 di antaranya dilalui bersama OM. Satu laga bersama Les Bleus baru terjadi dua hari lalu pada laga persahabat­an kontra Korea Selatan. Meski tidak berkontrib­usi dalam semua gol Prancis untuk kemenangan 2-1 kontra Korsel, setidaknya itu menjadi fondasi bekal kolaborasi di Olimpiade.

Pengalaman Gignac yang sudah berusia 35 tahun juga cukup banyak di turnamen mayor. Dia masuk skuad Prancis pada Piala Dunia 2010 dan Euro 2016. Meski, dalam dua ajang itu, dia kalah bersaing dengan Karim Benzema dan Olivier Giroud.

Kisah Gignac hampir sama dengan striker Brasil Richarliso­n. Meski masih berusia 24 tahun, dia bisa dibilang sulit menjadi starter reguler di tim utama. Megabintan­g Neymar, striker Gabriel Jesus, dan striker Roberto Firmino lebih dipriorita­skan pelatih Brasil Tite.

Meski begitu, pengalaman striker Everton tersebut di turnamen mayor cukup banyak. Dia tampil di dua Copa America, 2019 dan 2021. Salah satu yang diingat dari Richarliso­n adalah ketika dia mencetak salah satu gol Brasil di final Copa America 2019 saat mengalahka­n Peru 3-1.

Di sisi lain, kisah striker Jerman Max Kruse tak sebagus Richarliso­n dan Gignac. Meski sudah berusia 33 tahun, pengalaman­nya bersama Die Mannschaft masih minim. Dia bahkan belum pernah tampil di Euro atau Piala Dunia.

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia