Klop dengan Mertua, Kompak dengan Istri
IFA Isfansyah tertarik pada perfilman nasional pada pengujung 1999. Saat itu dia masih berstatus mahasiswa di Jogjakarta. Sutradara yang menginspirasinya adalah Eddie Cahyono. Ya. Ternyata bukan Garin Nugroho. ”Eddie yang mengajari saya cara membuat film sampai akhirnya kami berpartner,” ungkap Ifa saat dihubungi Jawa Pos pada Minggu (19/9).
Belakangan, dia dan Eddie sering menggarap proyek bersama. Yang paling anyar adalah film Losmen Bu Broto.
Ifa sudah dua dekade menekuni dunia film. Puluhan film pendek dan panjang lahir dari kerja kerasnya. Dia juga menyabet banyak penghargaan. Baik dari ajang festival film nasional maupun internasional.
Suami Kamila Andini itu tidak pernah terpaku pada satu genre film saja. Ifa tertarik pada keberagaman yang merefleksikan identitas bangsa. Karena itulah, film yang dia sutradarai atau produseri selalu kental budaya. Ifa berusaha menonjolkan penggunaan bahasa daerah dalam karyanya. Film Yuni berbahasa Banten. Sekala Niskala berbahasa Bali. Mountain Song berbahasa Palu. Tura berbahasa Tegal. ”Memang sudah semestinya seperti itu. Bahasa bisa menuturkan sinema kita,” tegas pria 41 tahun tersebut.
Selain itu, menurut Ifa, film harus bisa menjadi tontonan yang fleksibel. Dalam arti komunikatif. Alur ceritanya juga harus jelas. ”Makanya, semua film saya komunikatif, genrenya bermacammacam,” katanya.
Pilihan untuk menjadikan keragaman budaya sebagai daya tarik film membuat Ifa semakin klop dengan ayah mertuanya, Garin Nugroho. Mereka berdua kerasan ngobrol soal film. Apalagi, Garin adalah juri dalam festival-festival film yang Ifa ikuti. Keduanya saling kenal sejak 2001. ”Kami punya perspektif yang sama. Saya menerima banyak masukan yang menguatkan,” u ayah Rintik dan Binar tersebut.
Berkutat di dunia yang sama, hubungan Ifa dengan Garin kian dekat. Mereka lantas mendirikan JogjaNETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada 2006.
Jagat perfilman pula yang mempertemukan Ifa dengan Dini. Mereka kali pertama bertemu saat Dini menyelesaikan film perdananya. Setelah Dini menamatkan studinya di Melbourne pada 2007, hubungan mereka kian dekat. Namun, tidak demikian dengan jarak. Sebab, saat Dini pulang ke tanah air, Ifa justru terbang ke Korea Selatan untuk menuntut ilmu tentang film dan video di Dongseo University/ Im Kwon Taek College of Film and Media Arts.
”Pas saya pulang pada 2009, kami jadi lebih mengenal. Seperti keluarga sendiri,” ucap Ifa. Tiga tahun kemudian, mereka memutuskan untuk menikah. Setelah berumah tangga, Ifa dan Dini makin kompak. Mereka mendukung profesi satu sama lain dan mereka juga tim yang hebat untuk urusan rumah. Ifa dan Dini tidak mengotakngotakkan peran suami dan istri. Semua pekerjaan rumah dilakukan bersama.