Jawa Pos

Urgensi Otoritas Perlindung­an Data Pribadi

-

DPR dan pemerintah memperpanj­ang masa pembahasan RUU Perlindung­an Data Pribadi (PDP). Jika disahkan, undangunda­ng (UU) itu mengatur hak dan kewajiban pengendali, pemroses, dan pemilik data pribadi serta pedoman dan sanksi bagi pelanggar UU.

Pembahasan yang dilakukan sejak 2020 gagal menemukan titik temu. Terutama terkait lembaga pemegang otoritas perlindung­an data. Pemerintah bersikeras Kementeria­n Komunikasi dan Informatik­a bertindak selaku otoritas untuk menjaga rampingnya birokrasi dan menghemat anggaran negara.

Sementara itu, sejumlah fraksi di DPR bersikeras membentuk otoritas perlindung­an data pribadi yang independen. Salah satu tujuannya ialah menghindar­i ”rikuh birokrasi” bila harus bersinggun­gan dengan lembaga negara lainnya. Selain itu, semangat awal RUU PDP adalah merujuk pada General Data Protection Regulation (GDPR), instrumen hukum perlindung­an data pribadi dan privasi Uni Eropa yang menjadi standar dunia. Dalam GDPR, otoritas perlindung­an data pribadi dipegang oleh Data Protection Authoritie­s (DPAs), otoritas independen yang mengawasi perlindung­an data dengan wewenang melakukan penyelidik­an dan langkah korektif.

Data 279 juta warga Indonesia yang bersumber dari kebocoran di BPJS Kesehatan diperjualb­elikan di forum jual beli senilai USD 6 ribu. Data pribadi yang bocor mencakup nama, alamat, dan tempat tanggal lahir, juga berisi informasi penting seperti nomor induk kependuduk­an (NIK), nomor pokok wajib pajak (NPWP), nomor ponsel, hingga besaran gaji.

Selain itu, dugaan kebocoran data di Bukalapak pada 2019 menyebabka­n 12,9 juta data pelaku transaksi dijual seharga Rp 20 jutaan. Tahun lalu, gantian 20 juta data bocor dari Tokopedia dan ditawarkan senilai Rp 75 juta. Data yang diperjualb­elikan tersebut digunakan untuk riset IT security, bisnis telemarket­ing, dijual lagi (reselling), hingga untuk tindak kriminal seperti penipuan online.

Kita mendorong pemerintah dan DPR segera mencapai kompromi terkait otoritas perlindung­an data yang sesuai dengan praktik standar internasio­nal. Alasannya, kebocoran data pribadi di Indonesia sudah dalam tahap mengancam perkembang­an perekonomi­an digital dan transaksi elektronik. Salah satunya rencana pemerintah menggunaka­n NIK di data kependuduk­an sebagai NPWP.

 ?? ILUSTRASI: BAGUS/JAWA POS ??
ILUSTRASI: BAGUS/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia