Pesanan Baru Industri Manufaktur Naik
Kelangkaan Kontainer Bisa Ganggu Kinerja Ekspor
JAKARTA – Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia kembali memasuki fase ekspansif pada bulan lalu. PMI tercatat ke posisi 52,2. Angka itu melanjutkan kenaikan yang telah berlangsung dua bulan terakhir. Sebelumnya, posisi PMI sempat drop pada Juli ke posisi 40,1 dari posisi Juni yang tercatat 53,5. Anjlok karena kenaikan kasus Covid-19 dan pemberlakuan kebijakan PPKM level 4.
Angka PMI di atas 50 mengindikasikan sektor manufaktur dalam kondisi ekspansif. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyebutkan, industri tengah berekspansi dan menandakan optimisme pelaku industri dalam berusaha. ’’Saya sempat katakan bahwa meski ada penurunan PMI manufaktur pada JuliAgustus, tapi saya yakin kita bisa rebound Alhamdulillah, September sudah kembali ekspansif,” ujarnya Sabtu (2/10).
Dengan kembali ekspansifnya sektor manufaktur, Menperin meyakini bahwa target pertumbuhan industri sebesar 5 persen pada 2022 dapat tercapai. ’’Karena itu, kami bertekad terus mendukung sektor industri melalui iklim usaha yang kondusif,” tambah Agus.
Hasil survei IHS Markit menunjukkan bahwa peningkatan PMI manufaktur di Indonesia disebabkan pelonggaran pembatasan sosial di berbagai wilayah. Itu terjadi setelah menurunnya kasus Covid-19. Pada September, output pesanan baru meningkat setelah dua bulan mengalami penurunan curam.
Selain itu, demand industri manufaktur sudah kembali. Situasi kesehatan masyarakat mengalami perbaikan dan pembatasan gerak sudah lebih longgar sehingga dapat mendukung aktivitas perekonomian.
Agus menyampaikan, Kemenperin terus menyempurnakan kebijakan untuk memastikan pelaksanaan protokol kesehatan dalam operasional dan mobilitas kegiatan industri.”Sehingga, seluruh aktivitas sektor industri dapat berjalan baik dan tetap terpantau. Sektor industri pun dapat lebih optimal dalam perannya sebagai motor penggerak dalam upaya pemulihan ekonomi nasional,” urainya.
Sementara itu, Chief Economist BCA David Sumual menyebutkan, tantangan ke depan adalah kinerja ekspor. Persoalan di lapangan yang harus dirampungkan adalah kelangkaan kontainer dan keterlambatan pengiriman barang. ’’Ada kenaikan permintaan, lalu harga kontainer naik tinggi. Banyak pelabuhan yang bottleneck,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (3/10).