Pengguna Minim, Gencarkan Sosialisasi Parkir QRIS
Rencanakan Tambah Titik Baru Parkir Nontunai
SURABAYA – Pada era digital, pelayanan publik dituntut serbamudah. Tidak lagi ribet, apalagi memakan waktu yang panjang. Salah satunya, pembayaran parkir. Sejak Juni lalu, dinas perhubungan (dishub) menerapkan pembayaran nontunai. Sayangnya, pengguna metode anyar itu masih minim.
Layanan baru tersebut bernama quick response code Indonesian Standard (QRIS). Warga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar biaya parkir ke petugas. Cukup pakai HP, setelah itu, scan barcode, selang beberapa detik parkir sudah terbayar.
Total, ada 8 titik parkir yang mengaplikasikan sistem QRIS. Lokasi tersebut menjadi percontohan. Yakni, Parkir Genteng Kali, parkir gedung Balai Pemuda, Parkir Kertajaya, parkir gedung Siola, parkir UPTSA Menur, Park and Ride Mayjen
Sungkono, Jalan Taman Bungkul, serta Jalan Sedap Malam.
Meski memudahkan, QRIS tidak serta-merta digunakan warga. Dari telaah dishub, skema baru tersebut masih sepi peminat. Justru mayoritas pengguna parkir tetap memilih pembayaran secara tunai.
Kasi Pengelolaan Parkir Dishub Surabaya Wandi Fauzi menjelaskan, pembayaran QRIS selalu ditawarkan kali pertama. Namun, petugas tidak bisa memaksa. ”Kemauan membayar dengan metode apa, itu menjadi pilihan pengguna,” terangnya.
Memang hasil yang diharapkan belum sesuai. Namun, dishub tidak patah semangat. Wandi memastikan, QRIS tetap menjadi pilihan utama pembayaran parkir. ”Lambat laun warga pasti beralih,” jelasnya.
Pembayaran parkir nontunai sejatinya memiliki banyak keuntungan. Di sisi pengguna, pelayanan yang didapatkan jauh lebih cepat. Warga tidak perlu menyediakan uang tunai. Selain itu, di masa pandemi virus korona, QRIS mampu meredam persebaran Covid-19. Sebab, tidak ada kontak langsung antara pengguna dan penjaga parkir.
Bagi pemkot, QRIS menjadi solusi mengungkit pendapatan. Lewat terobosan baru itu, kebocoran retribusi parkir bisa ditekan. ”Retribusi langsung masuk ke kas daerah,” jelasnya.
Dishub sudah merancang langkah agar pengguna QRIS semakin banyak. Salah satunya, menambah titik parkir yang menerapkan metode tesebut. Penambahan berjalan secara bertahap.
Menurut Wandi, penambahan titik parkir nontunai itu tengah dirapatkan. Ada topik yang dibahas. Pertama kemampuan jukir. Karena belum seluruhnya melek teknologi.
Selain itu, dishub melihat potensi wilayah. Pembayaran QRIS cocok diterapkan pada titik parkir yang padat. Turn over kendaraan tinggi. ”Misalnya di Manyar Kertoarjo atau kawasan Kedungdoro,” ujarnya.
Sementara itu, pakar transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Putu Rudy Setiawan menyatakan, Surabaya tertinggal jauh dengan daerah lain dalam penerapan pembayaran parkir nontunai. Namun, tidak berarti pemkot hanya berdiam diri. ”Harus ada upaya ekstra untuk mewujudkan ini,” katanya.
Menurut dia, efisiensi bakal banyak tercipta dari penggunaan sistem tersebut. Misalnya, tenaga parkir bisa dialihkan untuk kebutuhan lain. Lalu, dari segi kecepatan waktu pelayanan yang tidak perlu lagi repot dengan uang kembalian dan lainnya.
Jasa layanan cashless tersebut, menurut Rudy, sudah menjadi kebutuhan zaman. Karena itu, untuk mempercepat, tidak melulu semua diserahkan kepada pemerintah. Swasta atau pihak kompeten yang lain bisa ikut andil di dalamnya.
Wakil Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz menilai, pemasangan fitur pembayaran QRIS untuk parkir di tepi jalan memang bisa menjadi solusi mencegah pungutan liar (pungli). Setoran parkir bisa melonjak tinggi.
Namun, lanjut politikus PKB itu, pemkot perlu menambah kelengkapan lain. Yakni, one gate system di parkir tepi jalan. Misalnya, di kawasan Taman Bungkul. ”Jadi, sediakan sarana satu pintu yang bisa mengatur dan memastikan uang parkir itu masuk ke pendapatan asli daerah,” ujarnya.
Menurut Mahfudz, penyediaan fitur QRIS harus diimbangi dengan kelengkapan lain. Contohnya, SDM parkir. Jukir harus dipastikan mampu menjalankan QRIS. ”Saya saja pernah parkir di pinggir balai kota. Saya bayar, tapi tiket karcis tidak diberikan. Nah, yang begitu tidak bisa dipastikan (uang parkir masuk ke mana, Red),” imbuhnya.
Retribusi langsung masuk ke kas daerah.”
WANDI FAUZI