Kejari Usut Dugaan Korupsi Rp 1,6 M
Penyelidikan Tim Pidsus sejak 2020
SIDOARJO – Pada masa pandemi, tim jaksa pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo tetap menangani kasus korupsi. Hingga kemarin (6/10), penyelidikan maupun penyidikan beberapa kasus masih berjalan. Namun, belum ada tersangka yang ditetapkan.
Satu perkara yang masuk dalam tahap penyidikan berdasar surat perintah penyidikan (sprindik) oleh Kepala Kejari Sidoarjo Arip Zahrulyani pada Juni lalu adalah dugaan tindak pidana korupsi di Kecamatan Jabon. Tepatnya terkait dengan dana program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dalam program simpan pinjam perempuan (SPP). Dugaan penyelewengan itu terjadi pada 2017.
Tim pidsus Kejari Sidoarjo menyelidiki perkara tersebut sejak 2020. Saat itu pengumpulan data dan bahan keterangan sudah dilakukan. Termasuk pemeriksaan terhadap para pihak yang terlibat dalam program dengan anggaran dari pemerintah pusat dan daerah tersebut. ”Sekitar 25 saksi telah dimintai keterangan. Tapi, belum ada penetapan tersangka,” kata Kasiintel Kejari Sidoarjo Aditya Rakatama kemarin.
Tim penyidik masih perlu melengkapi berkas dengan keterangan saksi ahli terkait adanya tindak pidana penyelewengan dana PNPM tersebut. Termasuk keterangan dari pihak terkait. Para pihak yang pernyataannya masih diperlukan bakal dipanggil ulang untuk memberi keterangan tambahan. Diharapkan, kasus dugaan tindak pidana korupsi makin jelas.
Dugaan korupsi itu berawal dari adanya program PNPM SPP untuk pemberdayaan masyarakat di desa. Dalam program tersebut, warga yang tidak mampu secara ekonomi dapat mengajukan pinjaman ke unit pelaksana kegiatan (UPK). Dana pinjaman bisa digunakan sebagai modal usaha. Namun, pinjaman tidak dapat diajukan secara individu. Proposal diajukan dengan sistem kelompok. ”Satu kelompok beranggota beberapa orang warga di desa tertentu. Bisa sampai sepuluh orang,” jelas Aditya.
Sebelum disetujui, proposal pinjaman harus melalui proses verifikasi. Tim verifikasi bakal meninjau pinjaman yang diajukan itu layak diloloskan atau tidak. Selanjutnya, pengajuan dirapatkan dalam forum rapat pendanaan yang melibatkan berbagai elemen sebelum dana dicairkan. Mulai tim pendanaan, tim verifikasi, hingga badan pengawas. Jika proposal disetujui melalui rapat tersebut, pinjaman baru dicairkan.
Saat awal simpan pinjam berjalan pada 2008, tidak ada kendala. Semua pencairan sesuai dengan ketentuan. Namun, pada 2015–2017, proses tidak berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. Untuk mencairkan dana, proposal hanya melalui tim verifikasi. Tanpa lebih dulu dirapatkan. Itulah yang dimanfaatkan oknum tertentu untuk meraih keuntungan.
”Ada pihak yang membuat kelompok fiktif sebagai penerima pinjaman. Akibatnya, dana yang keluar lebih besar,” ujar Aditya. Sebab, cukup banyak kelompok fiktif yang seolah-olah menerima pinjaman tersebut. Jumlahnya mencapai 63 kelompok. Dengan jumlah pinjaman yang beragam.
Berdasar penghitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dalam dugaan tindak pidana korupsi itu mencapai Rp 1,6 miliar.
Kasipidsus Kejari Sidoarjo Lingga Nuarie menyatakan, penyidikan kasus tersebut sudah memasuki tahap terakhir. Semua saksi dan audit penggunaan uang negara telah dilakukan. Tinggal melengkapi kekurangan berkas dan penetapan tersangka. ”Dalam waktu dekat kami lakukan (penetapan tersangka, Red). Sekitar dua atau tiga minggu lagi,” ungkapnya.
ADITYA RAKATAMA Kasiintel Kejaksaan Negeri Sidoarjo