Penetapan Tersangka Tunggu Keterangan Saksi Ahli
Kasus Penyelewengan Dana PNPM
SIDOARJO – Kasus dugaan korupsi dana program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dalam program simpan pinjam perempuan (SPP) di Kecamatan Jabon pada 2017 masih diusut. Hingga kemarin (7/10), tim penyidik melakukan pendalaman. Dalam waktu dekat, mereka menetapkan tersangka. Namun, kejaksaan masih enggan membeberkan identitas calon tersangka yang diduga merugikan negara hingga Rp 1,6 miliar tersebut.
”Lihat saja nanti waktu penetapan. (Tersangka, Red) bisa tunggal, bisa juga banyak orang,” kata Kasiintel Kejari Sidoarjo Aditya Rakatama kemarin. Dia memastikan, tim penyidik telah mengantongi nama calon tersangka. Dalam waktu dekat, pihaknya memberikan pengumuman.
Kejaksaan tinggal menunggu keterangan dari saksi ahli yang menyatakan adanya tindak pidana dalam perkara tersebut. Keterangan itu bakal menyempurnakan informasi dari para saksi dan auditor dalam pemeriksaan.
Penyidikan yang dimulai Juni lalu berjalan lancar. Tim penyidik juga berhasil mengumpulkan dokumen penunjang penyidikan. Termasuk bukti lain yang memperkuat adanya pelanggaran dalam program pemerintah tersebut. ”Semua pihak yang dipanggil untuk dimintai keterangan juga kooperatif,” ujar mantan Kasipidsus Kejari Tanjungpinang tersebut.
Kasus itu bermula dari adanya dana PNPM PKK yang berasal dari anggaran pemerintah pusat dan daerah. Dana tersebut diperuntukkan warga yang tidak mampu dengan sistem pengajuan berkelompok. Permohonan pinjaman tidak bisa diajukan individu ke unit pelaksana kegiatan (UPK).
Program itu awalnya berjalan lancar. Dalam proses simpan pinjam, tidak ada hambatan krena pencairan dana cukup ketat. Sebelum dana pinjaman cair, verifikasi dilakukan. Selain itu, ada pembahasan dalam rapat forum pendanaan. Namun, pada 2015–2017, rapat tidak lagi dilaksanakan. Pencairan dana lebih mudah karena hanya melibatkan pengurus atau pengelola anggaran. Hingga akhirnya, ada oknum yang memanfaatkan kelonggaran tersebut. Oknum mencairkan dana melebihi nominal anggaran yang diajukan dalam proposal peminjaman oleh kelompok.
Untuk menutupi kecurangan dan penyelewengan, dibuat kelompok fiktif pengaju pinjaman. Total, ada 63 kelompok. Karena dipinjam kelompok abal-abal, uang tidak kembali. Hingga akhirnya, pinjaman dana tersebut macet. ”Saat macet itulah, diketahui pencairan dana tidak sesuai dengan proposal peminjaman. Ada kelompok fiktif yang menerima pinjaman,” ungkap Aditya.