Legenda Putri Kadiri Daya Pikat Tersendiri
Wisata air merambat Roro Kuning tidak hanya menjanjikan keindahan alam. Sebuah legenda yang tersimpan di destinasi tersebut memberi nilai tambah bagi para pengunjung.
RORO Kuning menjadi salah satu objek wisata unggulan di Kabupaten Nganjuk. Destinasi yang terletak di Dusun Magersari, Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, tersebut menawarkan keindahan panorama alam.
Salah satunya adalah spot air merambat. Sesuai namanya, air terjun itu merambat di antara akar pohon dan bebatuan. Gerojokan air dari Bukit Panjer tersebut menjadi salah satu ikon dari tempat wisata ini.
Selain itu, wisatawan bisa menikmati aneka wahana yang telah tersedia. Mulai deretan gazebo yang cocok menjadi tempat menyaksikan keindahan panorama di kawasan tersebut, wahana outbound, hingga kolam renang.
Yang juga jadi ikon dari objek wisata itu adalah sebuah patung besar berwarna kuning keemasan. Patung tersebut menunjukkan kemolekan dan kecantikan dari seorang perempuan. Seorang putri lebih tepatnya. ”Patung itu digambarkan sebagai perwujudan Putri Roro Kuning,” ujar Aries Trio Effendy, salah seorang penggiat sejarah dan budaya di Kabupaten Nganjuk.
Lebih lanjut, Aries mengisahkan bahwa Roro Kuning diyakini warga setempat sebagai seorang putri dari Kerajaan Kadiri (Kediri). Dari cerita rakyat yang mengemuka, putri tersebut berkelana dalam misi mencari obat di Gunung Wilis. Singkat cerita, perjalanannya itu membawanya hingga ke desa yang sekarang dikenal bernama Bajulan tersebut.
Roro Kuning diceritakan sangat takjub dengan kecantikan air merambat yang ada di sana. Diyakini, dia dulu juga sering menyucikan diri di bawah guyuran air itu. ”Hingga kini banyak warga yang datang ke sana untuk juga merasakan kesegaran air tersebut,” sambung pria yang hobi bertualang itu.
Selain legenda Putri Roro Kuning, jelas Aries, situs tersebut menjadi rujukan bagi para pemuka agama Hindu. Pasalnya, di atas air merambat itu ditemukan tiga buah candi. Diduga kuat, candi tersebut menjadi tempat peribadatan atau pertapaan. ”Dilihat dari gerabah dan bentuk candinya, diperkirakan merupakan peninggalan era Kerajaan Kadiri-Majapahit,” ujar pria yang tinggal di Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, tersebut.
Candi itu sendiri terbuat dari batuan andesit. Hanya, peninggalan arca yang diduga dulunya ada di sana sekarang sudah tidak bisa ditemukan. ”Dimungkinkan, dulu tempat ini juga menjadi padepokan resi atau Brahmana,” ungkapnya.
Aries mengakui bahwa legenda dan beberapa temuan sejarah tersebut juga mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Terlebih apabila mampu dikelola dan dikembangkan lebih baik lagi ke depannya.