Proyek-Proyek Meleset KA
MAKIN gamang rasanya melihat prospek proyek kereta api cepat Jakarta–Bandung. Setelah biaya menggelembung, APBN pun harus menanggung. Angka tambahan itu kini Rp 27 triliun. Entah nanti. Presiden Jokowi pun lagi-lagi tak bisa memegang janji. Sebab, proyek kerja sama dengan Tiongkok tersebut awalnya diskenariokan business-to-business. Kini negara harus ikut nomboki agar tak mangkrak. Proyek 142 km itu memang berasal dari ide pemerintah sebagai bagian dari ambisi memperkuat infrastruktur.
Kegamangan berikutnya apakah jalur tersebut akan mengundang antusiasme penumpang. Sebab, dengan biaya sebelum bengkak pun angka impas itu sulit dicapai. Biaya yang semula USD 6,07 miliar atau Rp 86,5 triliun kini kembung menjadi USD 8 miliar atau Rp 114,24 triliun. Kalau tarifnya Rp 300 ribu dengan katakanlah 10 ribu orang sehari, akan ketemu lama impas sekitar 100 tahun!
Kalau penumpang tidak sebanyak itu? Bisa lebih lama. Apalagi bila Jakarta tak lagi menjadi ibu kota. Jadi, dari segi bisnis, ini akan menjadi prospek kerugian yang terus ditanggung sekalipun pemerintahan sekarang berakhir. Karena itulah, semestinya penyertaan APBN dalam proyek tersebut dikonsultasikan dengan DPR lebih dulu.
Meski berbeda skema, proyek KA cepat Jakarta–Bandung itu akan menambah daftar meleset proyek kereta api. Proyek LRT (light
rapid transit) Palembang kini terseok-seok. Penumpangnya hanya sekitar 10 persen. Jelas terasa proyek sepanjang 23,4 km dengan biaya Rp 10,9 triliun itu tak direncanakan dengan matang. Sejak peluncuran 15 Juli 2018, penumpang selalu sepi.
Begitu pun kereta api Bandara SoekarnoHatta dan Kualanamu. Jalur kereta api itu tak diminati penumpang. Padahal, keretanya cukup mewah dan nyaman. Sejak beroperasi tak pernah penuh, cenderung sepi. Pandemi Covid-19 menjadi alasan penghentian sementara operasi meski sebelumnya juga sepi. Dua proyek kereta api tersebut menelan masing-masing sekitar Rp 5 triliun.
Semua proyek kemahalan itu akibat terlalu bernafsu mengejar ambisi infrastruktur. Sambil menutup telinga dari masukan. Dan, kalau dicermati, kondisi itu juga terjadi di banyak proyek besar lain. (*)