Bendahara UPK SPP Jadi Tersangka dan Langsung Ditahan
Kasus Korupsi PNPM Kecamatan Jabon
SIDOARJO – Tersangka kasus dugaan korupsi dana program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dalam Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Kecamatan Jabon akhirnya ditetapkan. Kemarin (18/10) siang tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menetapkan Suhartatik sebagai tersangka dan langsung menahan perempuan yang menjadi bendahara Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) SPP tersebut.
Sekitar pukul 09.00, perempuan 34 tahun itu memenuhi panggilan tim penyidik dengan datang ke kantor kejari. Dua jam kemudian, perempuan yang mengenakan kemeja motif kotak-kotak tersebut beristirahat. Keluar dari gedung kejari ke tempat tunggu terbuka yang ada di sisi kiri gedung. Dia lantas kembali dan melanjutkan pemeriksaan hingga pukul 14.00. Lalu, kejari menyatakan Suhartatik sebagai tersangka dan langsung menahannya
Pagi, sebelum pemeriksaan berlangsung, Kepala Kejari Sidoarjo Arief Zahrulyani menyatakan bahwa timnya memanggil tersangka kasus PNPM. Namun, orang nomor satu di Korps Adhyaksa Jalan Sultan Agung itu belum bisa berkomentar banyak. Sebab, saat itu tersangka belum tiba di kejaksaan.
Arief mengatakan bahwa tersangka ditahan untuk kepentingan penyidikan.
’’Berdasar Sprin-han No. 01/M.5.19/fd.1/10/2021 tanggal 18 Oktober 2021, penahanan untuk 20 hari ke depan, terhitung sejak 18 Oktober sampai 6 November 2021,’’ katanya. Perempuan kelahiran Sidoarjo itu ditahan di tempat penahanan Cabang Rutan Kelas I Surabaya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Suhartatik diduga telah melakukan tindakan yang merugikan negara hingga lebih dari Rp 1,6 miliar. Selaku bendahara, dia memanipulasi pengajuan dan pertanggungjawaban simpan pinjam di UPK SPP dalam kurun 2015 hingga 2017.
Saat mencairkan dana simpan pinjam, nominal pencairan dibuat lebih besar. Kelebihan uang yang dicairkan tersebut dibuat seolaholah diajukan dan digunakan kelompok peminjam. Suhartatik juga membuat kelompok fiktif sebagai pihak dan mengajukan proposal peminjaman. Sekaligus menerima pinjaman. ’’Jumlah kelompok fiktif mencapai 63,’’ lanjut Arief.
Dalam sistem simpan pinjam dana PNPM, peminjaman tidak dapat dilakukan secara individu. Tapi, harus diajukan secara berkelompok untuk membantu masyarakat tidak mampu. Tujuannya, mereka dapat membuat usaha secara berkelompok untuk meningkatkan taraf hidup dan ekonomi.
Dari hasil pemeriksaan, ternyata dana yang dimanipulasi itu digunakan untuk kepentingan pribadi perempuan yang tinggal di Semambung tersebut. Ada yang dipakai untuk membeli barang. Sebagian lagi digunakan untuk membayar utang. Hingga akhirnya, dana simpan pinjam tidak dapat lagi berputar atau dipinjamkan kepada kelompok lain. Pengembalian dana macet.
Dari kemacetan itulah, muncul kecurigaan bahwa pengelolaan dana tidak benar. Karena itu, ada pihak yang melaporkan ke pihak kejaksaan. Penyelidikan pun dilakukan sejak 2020. Kasus naik ke tahap penyidikan pada Juni 2021.
Dalam proses tersebut, banyak pihak yang dimintai keterangan.