Tanggulangi Perubahan Iklim Butuh Rp 6.734 T
JAKARTA – Selain pandemi Covid-19, Indonesia dihadapkan pada dampak perubahan iklim. Pemerintah pun telah berkomitmen dalam nationally determined contribution (NDC) menurunkan emisi karbon hingga 29 persen secara mandiri dan 41 persen dengan bantuan negara lain pada 2030.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran yang dibutuhkan tidak sedikit. ”Kami menghitung besaran biaya menurunkan emisi karbon (CO2) sesuai (NDC) Paris Agreement, membutuhkan pembiayaan hingga USD 365 miliar,’’ ujarnya kemarin.
Jumlah itu setara dengan Rp 5.131 triliun (Rp 14.060/per USD) untuk pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen. Sementara itu, pengurangan hingga 41 persen, butuh USD 479 miliar atau Rp 6.734 triliun. Anggaran jumbo tersebut tentu tidak bisa hanya mengandalkan APBN semata.
Perempuan yang akrab disapa Ani itu menyebutkan, peran private sector untuk berkomitmen dalam menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi penting. Namun, saat ini mendapatkan dana dari swasta juga bukan perkara mudah. Dia dan para Menkeu dari berbagai negara tengah mencari upaya yang tepat untuk menghubungkan private sector domestik dengan global.
”Private sector menjadi sangat kritikal. Maka, forum koalisi menteri keuangan negara G20 menjadi sangat penting untuk mendiskusikan bagaimana kami mendanai dan mengatalisasi private sector secara global,’’ ujar mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Ani melanjutkan, pemerintah juga mengembangkan instrumen kebijakan. Misalnya, tidak hanya menerbitkan green bond, tetapi juga menciptakan blended
finance. Tujuannya, agar dapat menciptakan platform untuk sektor swasta, filantropi, hingga lembaga multilateral untuk dapat berpartisipasi dalam pembiayaan tersebut.
Pemerintah mulai tahun depan juga menerapkan pajak karbon. Hal itu seiring dengan disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Tarif terendah ditetapkan Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Pemerintah telah berdiskusi secara intens dengan para industri sebelum menetapkan pajak karbon supaya industri tidak terdampak negatif. ”Kami tidak ingin membunuh mereka. Industri mengapresiasi langkah pemerintah, jadi seluruh bisnis di Indonesia melihat perubahan iklim sebagai kesempatan untuk bertransformasi,’’ tuturnya.