Dimaki-maki hingga Dilempar Barang saat Mau Rekam Data
Memiliki identitas adalah hak setiap orang. Nilai dasar itulah yang menjadi pegangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya dalam membentuk tim jemput bola (jebol) rekam e-KTP. Tugasnya terjun langsung ke lapangan untuk membantu warga yang belum terekam datanya, mulai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) hingga masalah sosial lain.
SELASA (12/10) adalah waktunya tim jebol Dispendukcapil Surabaya menyisir kawasan Kelurahan Pacar Keling. Hari itu ada lima tempat yang perlu dilakukan perekaman e-KTP. Kondisi warga memang tidak memungkinkan datang ke kantor kecamatan untuk rekam data.
Alhasil, mereka perlu fasilitas khusus. Di tempat pertama, mereka mencari warga yang mengalami gangguan jiwa. Sayang, hari itu keluarga sedang membawanya ke Bangkalan.
Tim pun bergeser ke tempat kedua. Namun, hasilnya masih nihil. Ketua RT 2, RW 1, Kelurahan Pacar Keling, Susilowati mengatakan, warganya yang hendak dilakukan perekaman data KTP menghilang.
”Tadi ada di rumah, tapi nggak ngerti sekarang. Memang orangnya suka sepedaan. Tetapi, pasti balik lagi ke rumah,’’ ujar Susilowati bingung.
Ya, kondisi warga itu, sebut saja Mardi, memang terbatas.
Dia mengidap gangguan jiwa. Sering keluyuran tanpa pamit. ”Sudah begini saja, kalau orangnya pulang, nanti tak kabari lagi,’’ ujarnya.
”Ya begini, terkadang kita harus datang sampai tiga kali baru ketemu orangnya. Belum lagi kalau yang mau direkam itu marah-marah dan melempar barang. Demi keamanan, biasanya kami mundur dulu,’’ ujar Indra Dwi Wahyono, salah seorang anggota tim jebol rekam e-KTP.
Di tempat ketiga baru perekaman bisa dilakukan. Nama warga itu Sri Sulasni. Usianya 93 tahun. Fisiknya sudah lemah dimakan usia.
”Berdasar pengecekan oleh dispendukcapil, data Ibu Sulasni tidak muncul. Sehingga kami datang untuk melakukan perekaman,’’ katanya.
Indra dan rekannya, Misbachul Yusuf, menyiapkan alat
”Syukur sejak aturan ini diberlakukan, masyarakat sudah menyadari bahwa protokol kesehatan itu menjadi peraturan wajib. Mereka mau tertib tanpa harus diimbau petugas. Antusiasme masyarakat untuk naik Suroboyo Bus memang tinggi, apalagi saat libur seperti ini,’’ kata Frankie.
Demi meminimalkan adanya paparan Covid-19, metode pembayaran pun diupayakan cashless. Saat ini ada tiga metode pembayaran. Dua di antaranya menggunakan sistem e-money.
Misalnya, penggunaan QRIS. Masyarakat cukup men-scan QR code yang ditunjukkan petugas. Lalu, berikutnya adalah dengan tapping kartu e-money. Penumpang tinggal menempelkan kartunya pada alat milik petugas.
”Terakhir melalui mesin penukar botol. Penumpang bisa melakukan semuanya secara mandiri. Tanpa bersentuhan dengan orang lain atau petugas. Cara ini lebih aman dan nyaman,’’ ungkapnya.
Soal jam operasional, dia menjelaskan bahwa jadwal masih sama seperti biasa. Yakni, pukul 06.00–20.00. Jam itu berlaku pada semua rute di Surabaya.