Tokoh Cenderung Lebih Kuat
Survei Terkait Perilaku Pemilih
JAKARTA – Posisi partai politik sebagai basis utama pertimbangan pemilih dalam pemilihan umum legislatif (pileg) kian redup. Berdasar survei dan riset yang dilakukan The Republic Institute, pemilih cenderung mengutamakan faktor tokoh yang diusung dibandingkan institusi partai itu sendiri.
Survei The Republic Institute dilakukan dengan kombinasi teknik multistage sampling dan purposive sampling. Total responden mencapai 1.225 orang dari 34 provinsi. Adapun margin of error penelitian yang dilakukan pada 11–21 Desember 2021 itu sekitar 3,8 persen.
Direktur Eksekutif The Republic Institute Sufy Sufyanto mengatakan, sikap pemilih dengan memilih tokoh menunjukkan peningkatan. Hal itu didasarkan pada hasil survei jika dibandingkan dengan data Pemilu 2019.
Untuk PKB misalnya, jumlah pemilih partai (tidak nyoblos caleg) pada 2019 sebanyak 26,9 persen. Saat ini pemilih partainya hanya 22,7 persen. Kemudian, pemilih PDIP pada 2019 sebanyak 29,46 persen, saat ini hanya 22,5 persen. Gejala serupa juga terjadi di partaipartai lainnya. ”Ada perilaku pemilih yang bergerak dari memilih partai yang ideologis ke individu,’’ ujar Sufy dalam paparan survei kemarin (2/1).
Situasi berbeda hanya terjadi pada partai-partai nonparlemen, khususnya partai baru. Pemilih partai masih lebih tinggi dibandingkan pemilih calegnya. ”Karena yang diketahui publik sebatas partainya,’’ imbuhnya.
Sufy menjelaskan, menguatnya ketokohan dalam pertimbangan pemilih menunjukkan institusi partai politik tidak cukup kuat. Dengan kata lain, sebuah partai bisa ditinggal kapan saja jika tokoh-tokoh yang menjadi penopang dalam mengeruk suara pemilih hengkang.
”Karena pilihan ke institusi partai semakin rapuh,’’ imbuhnya. Untuk itu, dia menduga perebutan tokoh menjelang pileg akan krusial. Sufy menyarankan, penentu kandidat dalam pileg harus mementingkan aktor lokal.
Menanggapi survei tersebut, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad mengatakan, temuan tersebut menunjukkan kelembagaan partai yang rentan. Idealnya, lanjut dia, partai politik memiliki basis massa yang kuat. Sehingga apabila kehilangan tokoh, itu tidak berdampak signifikan terhadap masa depan partai. Penguatan basis kelembagaan partai bisa ditempuh, misalnya, dengan konsisten hadir di tengah masyarakat.
”Bergairah tidak hanya di waktu tertentu (menjelang pemilu),’’ sarannya. Konsistensi kehadiran bisa dilakukan dengan terus menyerap aspirasi hingga aktif melakukan pendidikan politik secara berkelanjutan.
Ketua Bawaslu Sumatera Utara Safrida Rasahan menambahkan, faktor personal calon memang mendominasi pertimbangan pemilih. Di Sumut misalnya, dalam beberapa kasus, latar belakang tokoh lebih dipertimbangkan dari merek partai. ”Kadang faktor etnisitas dan kesamaan marga justru yang muncul (pertimbangan pemilih),’’ tegasnya.