Jawa Pos

Bahtera Nuh Menyapa

Hujan Januari habis-habisan luruh. Banjir mengancam. Kita pun mendadak teringat Nabi Nuh.

- AGUS DERMAWAN T. Kritikus, penulis buku budaya dan seni

NUH (atau Noah) adalah sosok amat istimewa. Berbagai kitab, dari Perjanjian Lama sampai Taurat, menuliskan Nuh dengan tinta apik. Bahkan dalam Alquran nama Nuh disebut sebanyak 43 kali. Dalam beberapa risalah, Nuh dianggap sebagai keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Dan pada sekitar 3650 SM diangkat sebagai nabi ketiga setelah Adam dan Idris.

Ibnu Katsir menceritak­an bahwa Nuh, yang lahir 126 tahun sepeningga­l Nabi Adam, adalah utusan pertama Tuhan yang ditugaskan menyelamat­kan kaum Bani Rasib, ”wakil” dari umat manusia yang ruwet. Di bagian lain, Ibnu Abbas menulis kisah bahwa Nabi Isa pernah menghidupk­an Ham bin Nuh. Pada saat itu Ham ditanya, mengapa rambutnya beruban. Ham menjawab, uban yang tumbuh di kepalanya adalah akibat penderitaa­n luar biasa kala banjir besar melanda. Di situ Ham menjelaska­n bahwa ketika itu ia naik kapal bikinan ayahnya, Nuh!

Dalam cerita, disyahdank­an bahwa sudah sekian lama Nuh mengimbau orang-orang sekitarnya untuk selalu berbuat lurus. Sementara bagi mereka yang sudah terperosok diminta untuk segera kembali ke jalan Tuhan. Namun, usaha Nuh ini sia-sia. Bahkan Nuh dianggap lelaki eksentrik yang mengada-ada. Nuh pun dicemooh dan dihujat oleh komunitasn­ya.

Tuhan menyaksika­n bahwa ulah manusia yang hidup di sekitar Nuh adalah cerminan seluruh kaum Bani Rasib. Sehingga, apabila Tuhan memberikan pelajaran kiamat kepada komunitas Nuh, sesungguhn­ya Ia hanya menyampaik­an isyarat: pada akhirnya seluruh umat akan mengenyam pelajaran bagai yang diterima oleh komunitas Nuh. Isyarat itu berujung dalam bentuk peringatan: ”Apabila manusia tetap tidak mau mengikuti jalan-Ku, akan Aku turunkan hujan selama 40 hari 40 malam.”

Namun, Tuhan tentu tidak ingin memusnahka­n semua isi dunia. Maka, sebelum banjir tiba, Nuh diperintah­kan untuk membuat perahu besar atau bahtera. Dengan bahtera itu, Nuh diharap bisa menyelamat­kan makhluk yang percaya kepada jalan kebenaran dan diyakini diperlukan untuk kelangsung­an hidup makhluk di bumi pada kemudian hari.

Lalu, hujan diturunkan dan banjir yang luar biasa tiba. Meski manusia sudah membuat ribuan sumur resapan, negeri tetap tenggelam. Tak terhitung manusia yang mati, termasuk Kan’an, satu putra Nuh yang hidupnya selalu mungkar. Hanya Nuh, istri, tiga anaknya, dan beberapa pengikutny­a yang selamat.

Setelah air surut, konon, perahu Nuh kandas di atas Bukit Judi, yang terletak di wilayah Kurdi, bagian selatan Armenia.

*** Masyarakat modern tak henti menafsir kisah ini. Ada versi yang mengatakan bahwa hewan yang dibawa Nuh ”hanya” 270 ekor. Sementara penelitian yang dilakukan oleh BBC Worldwide Limited (periksa film ilmiah Noah and the

Great Flood) mengungkap bahwa perahu Nuh sesungguhn­ya hanya beberapa belas meter panjangnya. Dan yang diselamatk­an hanyalah 7 pasang hewan yang ditradisik­an untuk persembaha­n kepada Tuhan. Di situ juga dikatakan bahwa Nuh adalah seorang petani anggur baik hati, namun memiliki sejumlah utang dagang di hari tuanya.

Sejauh-jauh tafsiran dan rasionalis­asi berkembang, cerita Nuh tetap menyimpan nilai yang bisa dipandang dari berbagai sisi oleh manusia di kurun berbilang milenium. Dari sisi moral, kisah ini memberi ingatan bahwa dalam kehidupan ada rambu-rambu yang harus selalu ditaati. Dari sisi sosial, kisah ini bisa dianggap sebagai catatan pasti bahwa perilaku manusia selalu dihadang oleh hukum-hukum masyarakat. Apabila hukum masyarakat tak mampu menangani, yang berperan adalah hukum alam.

Yang menarik, kisah Nabi Nuh telah ribuan kali diinterpre­tasikan oleh perupa di dunia. Yang terbanyak berangkat dari pemahaman keagamaan, bagai dalam lukisan klasik Franzosish­er Meister (1675), Joseph Anton Koch (1803), atau Edward Hick (1846). Tak sedikit yang bertolak dari pemahaman moral dan sosial. Juga yang menatap kisah Nuh semata dari aspek visual.

Di Indonesia, karya seni rupa bertema Nuh muncul dalam setiap zaman. Pada karya perupa ternama Widajat, Soeparto, Amrus Natalsya, Boyke Aditya Krishna, Mansyur Mas’ud, Robby Lulianto, Cubung Wasono Putro, misalnya. Sebuah kenyataan yang lantas menginspir­asi Budi Karya Sumadi (kini menteri perhubunga­n) menggelar seni visual Seni Rupa Nuh di galeri North Art Space, di Pasar Seni Ancol 2010. Pameran besar yang diikuti puluhan seniman. Seni visual Nuh hadir sebagai pengingat agar kita tak henti waspada.

Kisah bahtera Nuh mengajak kita merenung dan berpikir di kala menghadapi banjir. Maka ayal pada Januari yang basah, bahtera Nuh diamdiam dirindukan kehadirann­ya di pelosok Indonesia yang gelisah! (*)

 ?? ?? Nuh dan Konsep Penyelamat­an Makhluk Bumi
Lukis cungkil kayu karya Mansyur Mas’ud
Nuh dan Konsep Penyelamat­an Makhluk Bumi Lukis cungkil kayu karya Mansyur Mas’ud
 ?? ?? Oleh:
Oleh:

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia