Otomotif

PERFORMA

-

Vario 125 dibekali mesin berkapasit­as 124,7 cc, SOHC, ESP, dengan pendingina­n cairan. Klaim tenaga maksimumny­a 11,12 dk di 8.500 rpm dan torsi maksimum 10,8 Nm pada 5.500 rpm. Mesinnya dibekali ACG Starter sehingga momen menyalakan mesin sangat halus, juga Idling Stop System (ISS) yang akan membuat mesin mati jika berhenti selama 3 detik.

Lexi mengendong mesin 124,7 cc Blue Core, SOHC, 4 klep juga berpending­in cairan dikombinas­i forged piston dan DIASIL Cylinder lengkap dengan teknologi Variable Valve Actuation (VVA). Klaim tenaga maksimumny­a 11,7 dk pada 8.000 rpm dan torsi 11,3 Nm di 7.000 rpm.

Lexi juga mempunyai Smart Motor Generator (SMG) sehingga saat dinyalakan juga senyap, dan ada juga fitur Stop & Start System (SSS) yang kerjanya mirip ISS. Tapi SSS mempunyai 2 kondisi mesin mati yang berbeda, yaitu zero second setelah berkendara kencang langsung berhenti dan 5 second ketika merayap di bawah 10 km/ jam.

Bagaimana karakter mesinnya? Vario 125 memiliki mesin yang khas sejak generasi pertama, yaitu suara mesin dan knalpot yang halus meskipun digeber kencang. Respons mesin sangat halus tidak terlalu mengentak, sehingga mudah dikendalik­an tapi jadi ‘ gregetan’ karena naiknya kecepatan cukup lama.

Sedangkan Lexi punya karakter sedikit ‘ ngorok’ ketika gas dibuka penuh, ditambah suara ‘klik’ yang menandakan VVA aktif di 6.000 rpm khas seperti Aerox 155 dan NMAX, tapi dari sisi CVT tetap halus tanpa ‘ gredeg’. Tiap bukaan gas motor responsif langsung melaju, adanya VVA ini membuat tenaga Lexi jadi lebih merata di tiap rpm.

Performany­a dibuktikan dari data hasil pengetesan menggunaka­n Racelogic. 0-60 km/jam Vario 125 butuh waktu 6,2 detik sedang Lexi hanya 6 detik. Begitu juga untuk mencapai jarak 0-201 meter Vario 125 butuh 12,8 detik sedang Lexi 12,7 detik. Cukup tipis selisihnya.

Namun, untuk 0-100 km/jam ternyata Vario 125 kalah telak karena butuh waktu 25,8 detik sedangkan Lexi hanya 20,3 detik saja, ada selisih mencapai 5,5 detik. Data lengkapnya bisa dilihat di tabel data tes.

Selain posisi berkendara­nya, ternyata Caca juga senang dengan Vario yang lebih nyaman untuk dibawa perempuan. Maklum Caca enggak terlalu suka ngebut.

Maraknya dunia custom culture memengaruh­i Yogo Siebi Nurseha pemilik Suzuki Inazuma ini, buktinya naked bike 250 cc lansiran pabrikan berlambang S ini langsung dimodifika­si.

Dalam prosesnya, Yogo yang tinggal di kawasan Cipayung, Jakarta Timur ini memboyong Inazuma ke bengkel Insan Motor. “Ia memberikan konsep retro klasik seperti Honda CB1100, tapi saya beri saran untuk menggabung­kan dengan scrambler,” buka Yustinus Erwan Santoso, punggawa Insan Motor.

Ubahan utama yang dilakukan merombak sub frame. Disesuaika­n dengan bentuk sasis belakang dari CB1100 yang mendatar. Selanjutny­a dikasih jok baru yang tentu juga lebih mendatar dengan busa tebal. Di belakangny­a ada rak mini khas scrambler.

Menengok sektor tangki, aslinya yang gambot dan ada shroud dilepas dan ganti yang lebih ramping cenderung membulat terinspira­si dari CB1100, bahannya pelat galvanis 1,2 mm.

Berikutnya sepatbor depan dan belakang, serta cover kanan dan kiri dibentuk minimalis. Sasis jadi lebih kelihatan, memberi kesan kekar.

Dalam mengubah tampilan Yamaha Aerox 155 VVA miliknya, Aulia Rachman enggan mengubah warna dasar. “Aslinya putih, makanya cari konsep modifikasi yang putih juga. Akhirnya pilih warna motornya Jack Miller dari tim Alma Pramac Racing di Motogp,” bukanya.

Dengan teknik airbrush, skutik 155 cc ini berubah tampilan jadi lebih sporti mirip Ducati Desmosedic­i pembalap bernomor 43 itu. Prosesnya dipasrahka­n pada Fat Motorsport yang ada di Jl. Pahlawan Revolusi No. 17, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jaktim.

Karena mengusung livery balap, maka beberapa bagian juga dirombak biar makin berkesan racing. Diawali dari sokbreker belakang yang jadi monosok, menggunaka­n produk Nui Racing Project berwarna emas, yang dipasang berikut cakram belakangny­a.

Selain itu, ternyata juga ada alasan lain. “Karena saat berbonceng­an sok belakang gak nyaman, mentokment­ok gitu. Makanya pasang monosok dan sekarang sama sekali gak pernah mentok,” puas Aulia, sapaannya.

Sektor depan Aerox 2017 ini sebelumnya sudah menggunaka­n upside down, namun Aulia beli lagi karena tergiur rem double disc. “Tadinya pakai KTC, tapi gak bisa pakai double disc, akhirnya ganti Nui Racing yang bisa pasang cakram sebelah kiri. Jadi kelihatan lebih racing deh, hahaa…” sebut pria yang tinggal di Pondok Ungu Permai, Bekasi.

“Upside down ini ukurannya lebih besar dari KTC, jadi susah nyari as rodanya karena lebih lebar. Dan karena pakai kaliper KTC radial 4 piston, jadi perlu buat bracketnya dari aluminium,” sebut Wiryawan, bos Fat Motor.

Agar performa imbang dengan tampilanny­a, mesin pun dirombak, “Pakai bore up kit Athena jadi 183 cc. Dan CVT full KTC dari pulley, rumah roller, v-belt, kampas kopling dan mangkoknya. Kalau dihitung totalnya sudah habis Rp 30 jutaan. Selanjutny­a mau bikin swing arm dari aluminium, hehe…” rinci Aulia yang pasang pelepas gas buang R9 GP Series Titanium.

Wah bisa makin keren lagi nih!

 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia