TAK PERLU RENCANA BARU, JALANKAN PTM
Jadi teringat wawancara dengan Yayat Supriyatna, pengamat transportasi dari Universitas Trisakti. Dalam konteks sistem transportasi yang ideal, menurut Yayat, tidak perlu lagi ada rencana baru, karena DKI sudah mempunyai Pola Transportasi Makro (PTM) yang sudah siap dijalankan dengan baik.
“Jadi implementasi yang harus dilakukan adalah janji politiknya integrasi antarmoda. Untuk sekarang kan lagi coba dibangun bekerja sama dengan BPTJ bagaimana sinergi antarmoda bukan hanya di dalam wilayah DKI tapi juga luar wilayah Jakarta,” ucap Dosen tetap Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan ini.
Lebih lanjut, dalam melakukan integrasi seluruh moda transportasi harus mendapatkan subsidi dari Pemprov DKI Jakarta dengan mengikuti aturan perundangundangan yang berlaku.
“Syaratnya kan harus berbadan hukum, kalau tidak ya tidak bisa mendapatkan PSO ( Public Service Obligation). Kedua, angkutan umumnya harus nyaman, bebas pengamen, bebas copet, supirnya digaji, busnya bagus, itu penting harus ada persyaratannya,” beber Yayat.
Terkait rencana angkutan kota (angkot) dijadikan feeder juga harus dihitung dampaknya. “Jadi harus ada cluster, pelayanan tingkat pemukiman jangan main dipindah ke tengah kota. Misalnya angkot itu enggak boleh main di tengah kota makanya di cluster. Jadi menurut saya, pemetaan itu menjadi penting,” ucap lulusan S2 Teknik Planologi ITB tahun 1993 ini.
Yayat juga mengatakan, untuk transportasi MRT dan LRT harus bisa merangkul semua golongan dan tidak hanya untuk komersial semata. “Kalau bisa jangan jadi komersial area, jadi MRT dan LRT itu bukan hanya untuk menengah ke atas saja,” sebutnya. ●
“Angkutan umumnya harus nyaman, bebas pengamen, bebas copet, supirnya digaji, busnya bagus”
Yayat Supriyatna Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti.