PEMBATASAN USIA MOBIL DI JAKARTA SOLUSI ATAU DISRIMINASI?
MOBIL-MOBIL BERUSIA LEBIH DARI 10 TAHUN BELUM TENTU EMISI GAS BUANGNYA BURUK
Selain
memperluas rekayasa lalu lintas Ganjil-genap (Gage), melalui Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Jakarta, juga mewacanakan membatasi kendaraan yang usianya lebih dari 10 tahun beredar di Ibukota. Hal ini bagian dari upaya Pemprov DKI Jakarta memperbaiki kualitas udara Jakarta. Sebenarnya, bukan kali ini saja wacana tersebut disuarakan.
Tujuannya tentu patut diapresiasi. Namun ada sejumlah hal yang menjadi catatan dan menimbulkan pro-kontra. Pasalnya, Pemprov DKI Jakarta dianggap masih belum memberikan pilihan yang ideal sebagai peralihan moda transportasi berserta infrastrukturnya. Waktu tempuh yang belum terukur serta standar pelayanan angkutan kota yang belum optimal.
Ada baiknya untuk fokus saja pada law enforcement berupa pengujian emisi gas buang. Yang hingga kini jumlah bengkel pengujiannya harus ditambah. Sehingga jelas aturan mainnya, jika mobil-mobil melampaui ambang batas emisi gas buang akan dikenakan sanksi. Kemudian yang emisinya rendah diberikan reward.
Belum lagi kalau bicara soal Pola Transportasi Makro (PTM) terkait integrasi transportasi di Jakarta yang baru sebatas memindahkan orang ke tengah kota saja. Belum mencakup kawasan Jabodetabek. Padahal lebih banyak pekerja yang justru mobilitasnya dari daerah penyangga Jakarta.
Patut dicatat juga, mobil-mobil dengan usia lebih dari 10 tahun tidak semuanya punya emisi buruk. Mesin mobil yang dirawat dengan baik akan punya emisi yang bagus.
Sehingga pembatasan usia kendaraan dinilai hanya bersifat punishment tanpa disertai reward sebagai kompensasi. Padahal mobil- mobil pribadi berusia 10 tahun juga sama-sama membayar pajak. Atas dasar itu, patut dipertanyakan apakah kebijakan tersebut sebagai solusi, atau justru merupakan diskriminasi?
•