PAKAI SAAT TITIK PENTING
Lampu, baik di mobil ataupun motor menjadi salah satu alat ‘komunikasi’ dengan pengendara dan pengguna lalu lintas lainnya. Memberitahukan posisi kendaraan kita berada kepada pengguna lalu lintas. Sehingga para pengguna lalu lintas di sekitar lebih aware terhadap keberadaan kendaraan.
Sayangnya, masih banyak yang salah menggunakannya saat berkendara malam hari. Terutama high beam, atau lebih dikenal lampu jauh. Efeknya tentu mengganggu pengendara lain dari arah berlawanan. Fatalnya lagi bisa menyebabkan kecelakaan.
“Pakai lampu jauh itu ada aturan mainnya. Meski tidak disebutkan secara eksplisit kapan harus menggunakannya, tapi lebih ke etika penggunaannya,” ujar Jusri Pulubuhu, Instruktur sekaligus Pendiri Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC).
BUKAN UTAMA
Menurut Jusri, lampu jauh sebaiknya tidak digunakan sebagai penerangan utama. Dalam perjalanan malam hari, boleh menggunakannya asal tidak menyala terus-menerus.
“Penggunaan lampu jauh memang diperbolehkan untuk menerangi jarak yang lebih luas, misal ingin melihat petunjuk jalan.
Namun saat ada kendaraan lain dari arah berlawanan segera nonaktifkan lampu jauh agar tidak menyilaukan pengendara lain,” wanti Jusri.
Bahaya yang timbul akibat penggunaan lampu jauh, tidak bisa dianggap sepele. Mata bisa seperti kehilangan penglihatan saat menatap sorot sinar lampu jauh di jalan raya. Ini tentu dapat menimbulkan rasa tidak nyaman sampai berujung kecelakaan.
“Jadi intinya, lampu jauh sebaiknya hanya digunakan pada dua kondisi. Yaitu saat penerangan jalan minim dan pengendara memerlukan visibilitas yang lebih jelas serta untuk berkomunikasi dengan pengendara lain,” ujar pria yang hobi berkendara moge ini.
Misalnya, saat ingin menyalip kendaraan di depan pada malam hari. Pengendara bisa menggunakan lampu jauh untuk memberi tanda bahwa kita ingin mendahuluinya. Tapi ingat, lampu jauhnya jangan dihidupkan terus-menerus, cukup beberapa saat saja atau biasa disebut ‘ ngedim’.
“Bisa juga digunakan di malam hari saat akan menikung di jalur titik buta (blind spot). Jadi kendaraan dari arah berlawanan akan mengetahui keberadaan kita,” pungkasnya.
JANGAN ASAL UPGRADE
Sampai saat ini masih banyak pemilik yang belum puas dengan nyala lampu utama kendaraannya.
Sinar yang dihasilkan dianggap masih kurang terang. Salah satu solusinya adalah dengan mengganti bohlam dengan daya lebih besar.
Tapi langkah ini sering kali menimbulkan masalah. Selain sekring cepat putus dan aki tekor, reflektor alias batok dalamnya cepat mengelupas. Hal ini umum terjadi kalau besar daya bohlam pengganti tak diperhitungkan.
“Kalau bohlam lampu diganti dengan daya lebih besar dari standar, memang sinarnya jadi lebih terang. Tapi perlu diperhatikan arus yang diperlukan lampu juga lebih besar,” ujar Febri Aditya Perdhana dari Osram Indonesia.
Ia menambahkan, selain besarnya listrik yang dibutuhkan, panas yang dihasilkan lampu berdaya besar juga perlu diperhitungkan. “Suhu panas lebih tinggi dari bola lampu yang berada dalam batok ini, bukan mustahil akan merusak reflektor,” tambah Adit, sapaannya.
Selain reflektor, yang biasanya ‘kalah’ ketika mengganti lampu dengan daya lebih besar adalah soket dan kabel-kabel. Panas berlebih membuat soket dan kabel jadi meleleh. Efek selanjutya bisa menyebabkan hubungan arus pendek, bahkan kebakaran.
•