SEBUAH IAN PEMBUKT
Red Bull Ring, Austria menjadi lokasi yang ‘angker’ bagi Lewis Hamilton. Pembalap Mercedes AMG Petronas itu tidak pernah meraih podium sejak 2017 sampai akhirnya masalah itu pecah pada ronde kedua yang bernama F1 Stiria (12/7).
Pada sesi kualifikasi (11/7) yang diguyur hujan deras, Hamilton menunjukkan taji sejatinya. Dalam kondisi yang sulit, ia masih bisa meraih pole position dengan selisih waktu 1,2 detik dari Max Verstappen (Aston Martin Red Bull Racing) yang amankan grid kedua.
Pole position berhasil diubah Hamilton menjadi kemenangan telak. Juara dunia F1 2019 itu mendominasi 71 lap dan tidak jadi menutup empat tahun tanpa podium balapan di Red Bull Ring. Ini menjadi pembuktian baginya kalau Red Bull Ring berhasil ditaklukan dan menutupi gagal podium karena penalti di pekan sebelumnya.
“Fokusku hanya pada diri sendiri, mobil kami (Mercedes W11) baik dalam kondisi hujan atau kering, itu yang membuat saya percaya diri untuk bisa meraih kemenangan dan tidak melakukan kesalahan serupa seperti pekan lalu,” ujar Hamilton.
“Menyelesaikan dua ronde di Austria dan bisa menutupnya dengan podium satu-dua dengan Valtteri Bottas. Mercedes meraih dua kemenangan beruntun, hal yang memang menjadi tradisi di tim kami setiap mengawal tahun,” lanjutnya.
Pembuktian juga dilakukan Verstappen yang membungkus podium ketiga pekan lalu. Semuanya demi menjaga citra Red Bull di sirkuit yang mereka bangun. Sebab pada seri perdana, Verstappen dan rekan setimnya, Alexander Albon samasama tidak finish.
“Menjadi sebuah momentum yang baik bagi saya pribadi untuk memulai musim dengan podium karena memberikan motivasi. Masih banyak ketertinggalan kami dari Mercedes, kami kalah di top speed,” papar Verstappen.
BERUJUNG MASALAH
Tim-tim yang tahun lalu bersaing di papan tengah pun kini mulai berkutat lima besar. Seperti dari Renault F1 Team, BWT Racing Point F1, dan Mclaren F1 Team. Paling canggih ditunjukkan Sergio Perez yang mendahului 12 pembalap dalam 50 lap.
Bahkan ia bersaing dengan Alexander Albon (Aston Martin Red Bull Racing) untuk memperebutkan posisi lima. Sampai di akhir lap, sayap depan Racing Point RP20 besutan Perez menabrak ban belakang Albon dan terjadi kerusakan, sehingga membuatnya mudah disusul Carlos Sainz Jr (Mclaren F1 Team) di tikungan terakhir.
Demikian juga dengan rekan setimnya, Lance Stroll yang melawan ketat Daniel Ricciardo (Renault F1 Team). Bahkan beberapa kali ada tindakan yang sangat agresif dan cenderung membahayakan. Sampai akhirnya pihak Renault protes kepada Racing Point atas perangkat pengereman atau brake duct yang diaplikasikan pada RP20.
Hal ini karena Renault tahu kalau bodi, aerodinamika, dan brake duct RP20 adalah bentuk yang sama persis dengan Mercedes W10 yang digunakan Bottas dan Hamilton tahun lalu. Cyril Abiteboul selaku Manajer Renault pun memberikan penjelasan.
“Kami menilai kalau yang dipasangkan pada RP20 tidak cocok dengan homologasi, meskipun secara kasat mata terlihat sangat mirip dengan Mercedes di tahun lalu. Jika ada ukuran yang berbeda, maka Racing Point tidak akan bisa menggunakan brake duct yang sama di seri Hungaria,” jelas Abiteboul.
Renault mengajukan beberapa pasal dan ayat yang dinilai tidak dipatuhi Racing Point. Mereka merasa tidak menerima karena Stroll dan Perez bisa mengerem dengan jarak yang sangat dekat dan mobil tetap stabil, sehingga bisa memangkas jarak secara signifikan.
•
Masih ingat mobil yang dipakai saat pacaran dulu? Kadang terbersit keinginan untuk memiliki mobil serupa saat sudah menata keluarga dengan apik. Tepat seperti yang dilakukan Pakde Bei Budiono, kolektor mobil-mobil lawas saat ini.
Diana, mantan pacarnya, yang kini jadi istri memberi masukan. Ingin untuk mereka kembali ‘pacaran’ saat ini setelah anak- anaknya dewasa. Mengulang seperti tahun 1987 ketika mereka pacaran dulu.
PATOKAN TERSENDIRI
“Langsung saja saya sambut dengan gembira. Tapi, tentu sambil mengingat-ingat mobil yang pernah dipakai untuk pacaran dulu. Biar lebih romantis seperti dulu lagi,” cerita Pakde Bei, sapaannya tentang koleksi Mazda B600-nya. Dulu dipakai pacaran, sekarang jadi klangenan.
Ketika dulu mendapatkan Mazda B600-nya juga cukup unik. Sebab itu wajar jika akhirnya pria asli Solo ini terus memburu mobil dengan mesin V 2 silinder tersebut.
“Awal pacaran pakai sepeda. Terus di pinggir jalan ada Mazda B600, akhirnya saya rayu untuk tukeran dengan sepeda. Eh, boleh. Jadilah kita pacaran pakai mobil. Seru pokoknya. Makanya punya cerita yang banyak,” jelas pria asli Solo, Jateng ini.
Saat ini, pria yang juga mengumpulkan radio-radio lawas itu sudah punya empat unit Mazda B600. Semuanya direstorasi kembali supaya lebih segar dan lebih sehat. Dilakukan di bengkel sendiri bersama para pekerjanya.
Dalam melakukan restorasi, dirinya punya patokan tidak boleh ‘ nyebrang’ merek, dan jika memungkinkan pakai aksesori yang
saat itu sedang naik daun.
“Kalau sudah nyebrang merek, wah jadi tidak asyik itu. Banyak yang bisa kalau gitu. Hunting dan mengumpulkan barang-barang itu menjadi satu seni tersendiri. Hidup harus punya seni supaya lebih hidup,” ungkapnya.
Karena itu, dalam pencarian mobil-mobilnya juga tidak sembarangan. Kondisi awal lebih dicari yang full orisinal. Kelengkapan nantinya bisa dicari atau bikin.
Menurutnya, lebih baik mendapatkan mesin yang baik dan lengkap dibanding bodi. “Memang sama-sama penting.