Otomotif

Seputar Bahan Bakar SERING CAMPUR ATAU GONTA GANTI BBMBBMBBM

- Ada ADV

Apakah

Anda sering mencampur bahan bakar beda oktan, bahkan beda merek pada kendaraan kesayangan, baik mobil maupun motor? Bila iya dengan berbagai alasan sebaiknya segera hentikan kebiasaan itu. Karena ada efek negatif lagi mengintai pada mesin kendaraan sobat.

“Kalau sering mencampur bahan bakar, nantinya akan ada harm effect, misalnya mencampur bensin Premium (RON 88) dengan Pertalite (RON 90) misalnya,” beber Prof. Tri Yuswidjaja­nto Zaenuri, dosen teknik mesin ITB dan juga peneliti LAPI ITB.

Sebab, lanjut pria yang sering disapa Prof. Yus ini, dosis zat aditifnya hanya

di Pertalite, sedangkan di Premium enggak ada. “Maka nanti dosisnya akan turun setengahny­a. Secara oktan mungkin kita dapat kalau mencampur (bensin), tapi bahayanya depositnya justru naik,” tegasnya.

Aditif yang dimaksud adalah detergen. Fungsi detergen ini untuk membersihk­an deposit yang muncul, mulai dari saluran masuknya bahan bakar, hingga hasil pembakaran di ruang bakar. Kalau deposit semakin banyak, efeknya bisa sampai merusak mesin loh.

“Bahayanya deposit, kalau di valve (klep) bisa bikin macet. Jadi, si katup baliknya kurang cepat sehingga tersangkut dan tabrakan sama piston lalu bengkok, selesai sudah, mesinnya jadi gak bisa jalan,” wanti Prof. Yus.

Sebaliknya deposit yang terbentuk di ruang bakar, “Nanti businya cepat berkerak, yang bisa bikin nyala businya kecil atau orang bilang mati,” tambahnya. Sementara kalau numpuknya di bagian atas piston dan di kubah cylinder head, maka akan membuat kompresi jadi makin tinggi. Sehingga butuh bahan bakar yang oktannya lebih tinggi lagi dari anjuran pabrik.

Lantas apa efeknya sering gonta ganti BBM beda merek? “Biasanya masing-masing produsen bahan bakar akan menambahka­n aditif detergen. Nah, masing-masing bahan bakar itu tentunya punya takaran aditif yang berbeda-beda,” ungkapnya.

Misalnya suatu bahan bakar kandungann­ya punya potensi

detergen‑nya menghasilk­an deposit banyak, “Maka aditif biasanya dibanyakin juga. Sebaliknya bila unsur-unsur penimbul depositnya sedikit, maka aditif detergenny­a juga akan sedikit,” jelas Prof. Yus.

Memang sih tiap-tiap merek bahan bakar secara komposisi kimia, lanjut Prof. Yus, sudah memenuhi spesifikas­i yang ditentukan Ditjen Migas. “Tapi belum tentu sama persis kan. Kenapa? Karena di Ditjen Migas kasih batasannya kadang minimum, kadang maksimum, atau kadang minimum – maksimum, jadi secara rentang,” ucapnya lagi.

Misal batas emisinya 500 ppm, “Artinya boleh 300, 200 atau bahkan 0, yang penting memenuhi aturan batas maksimum tadi,” imbuhnya. Sehingga akhirnya pencampura­n aditif tiap-tiap merek atau jenis bahan bakar akan berbeda-beda.

“Kalau kita gonti-ganti bahan bakar, otomatis kan mesinnya

akan berganti-ganti karakter operasinya juga dalam hal pembakaran. Selain itu, bisa jadi karakter pembentuka­n depositnya juga berubah,” ucapnya lagi

Misal saat awal pemakaian kendaran (dari baru) kita menggunaka­n bahan bakar yang punya kandungan aditif bagus, bisa menjaga ruang bakar tetap bersih ( keep clean). Maka ketika ganti bahan bakar lain, belum tentu ia bisa menjaga ruang bakar tetap bersih seperti bahan bakar sebelumnya.

Atau di kendaraan yang sudah pakai lama dan sudah banyak deposit di ruang bakar, “Belum tentu bahan bakar lain itu punya karakter clean up secara cepat dari bahan bakar sebelumnya,” jelas Prof. Yus.

Sehingga efek yang ditimbulka­n membuat karakter operasi mesin jadi berubah. Dengan kata lain, penggantia­n bahan bakar tersebut justru akan menimbulka­n deposit lebih banyak di ruang bakar atau intake valve, yang nantinya menggangu aliras gas. Efek negatifnya, akan membuat performa mesin jadi turun, muncul detonasi, yang ujung- ujung bisa mesin jadi mudah overheat dan sebagainya.

Tuh gaes, jadi sebaiknya stop gonta ganti bahan bakar ya! Dan sebaiknya pakai bahan bakar yang sesuai anjuran pabrik dan pastikan mengisinya di tempat resmi seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina yang lebih mudah didapat dan tersebar di seluruh Indonesia. •

Pemakaian dan pemilihan ban harus sesuai dengan peruntukan dan jenisnya. Misalsobat ingin tampilan Suv-nya terlihat gagah dengan menggunaka­n ban semi off-road atau bahkan yang benar-benar untuk offroad berat.

Sebaiknya pikir-pikir dulu deh bila mobil sering digunakan di jalan raya. Apalagi sekarang intesitas hujan mulai tinggi.

Seperti kita ketahui, ban untuk SUV baik yang berpengger­ak 4x2 maupun 4x4, ada tiga jenis. Yaitu H/T atau Highway Terrain, A/T (All Terrain) dan M/T (Mud Terrain). Masingmasi­ng punya peruntukka­n yang berbeda.

Nah, biasanya untuk mengejar tampilan layaknya sebuah tunggangan off-road, meski mobil lebih sering digunakan di jalan raya, tak sedikit pemilik SUV yang memodifika­si mobilnya menggunaka­n ban dengan kembangan lebih kasar dibanding bawaan mobil.

“Lihat dulu peruntukka­nnya, lebih sering dimana mobilnya digunakan. Kalau memang mobilnya lebih sering digunakan di perkotaan atau di jalan aspal, dan mobil kerap dibawa berlari kencang, sebaiknya pilih yang jenisnya H/T. Kerena ban jenis ini memang dirancang untuk jalan aspal dan bisa buat kecepatan tinggi,” beber Agam Sentosa, Outlet Manager Autopit Car Care di Jl. Pajajaran, Bogor, Jawa Barat.

Sementara jika menggunaka­n ban jenis A/T, “Ban ini dirancang untuk dua kondisi, bisa aspal bisa juga jalan semi off-road. Kalau dibanding yang H/T, ban ini di jalan aspal cenderung berisik, apalagi yang M/T,” tambahnya.

Sedangkan ban M/T, karena kembangann­ya dirancang kasar, “Hanya cocok digunakan di medan off-road. Bila digunakan di jalan yang basah atau pas hujan, ban jenis ini cenderung agak licin dan sangat berisik. Mesti hati-hati,” jelasnya.

Masih banyak pengguna mobil yang belum paham bagaimana cara mengetahui kondisi ban yang dipakai, masih layak atau harus diganti. Tak jarang yang menganggap selama kembangan ban terlihat masih baik, meski sudah lebih dari 3 tahun pakai, masih aman.

Padahal belum tentu, “Ban yang sudah dipakai selama 3 tahun atau lebih, jika ketinggian kembangan ban sudah mencapai 1,8 milimeter terhadap tanda TWI ( Tread Wear Indicator) di tengah ban, sebaiknya ganti,” saran Agam Sentosa.

Memang sih batas aman TWI pada ban, kata Agam adalah 1,6 milimeter, “Namun mengingat usia pakai ban sudah cukup lama, untuk keselamata­n berkendara, sebaiknya diganti, meski masih tersisa 0,2 milimeter dari batas yang dianjurkan,” tukasnya.

Tak hanya kembangan ban saja yang mesti diperhatik­an, “Coba cek juga kondisi dinding ban, jika ditemui ada retak-retak, segera ganti, daripada nanti ban pecah di jalan,” wantinya lagi.

Selain itu, jika ban pernah tertusuk paku lebih dari satu kali yang jarak berdekatan, lalu ditambal menggunaka­n metode tusuk atau sering disebut tambal ‘cacing’, sebaiknya ban diganti bila sudah berumur 3 tahun atau lebih.

“Karena tambal dengan metode seperti ini, membuat air rentan masuk mengenai serat kawat pada ban. Sehingga berisiko membuat serat kawat berkarat dan bisa membuat tambalanny­a terlepas,” jelas Agam.

 ??  ?? FOTO: INNE/ GRIDOTO
FOTO: INNE/ GRIDOTO
 ??  ?? Perhatikan tanda TWI dan bagian yang menonjol di tengah alur kembangan ban. Jika ketebalan kembangan ban sudah mendekati bagian yang nonjol itu setinggi 1,6 mm, sebainya segera ganti ban tersebut
Jika pemakaian ban sudah lebih dari 3 tahun dan ditemui ada keretakan pada dinding ban, sebaiknya ganti baru
Perhatikan tanda TWI dan bagian yang menonjol di tengah alur kembangan ban. Jika ketebalan kembangan ban sudah mendekati bagian yang nonjol itu setinggi 1,6 mm, sebainya segera ganti ban tersebut Jika pemakaian ban sudah lebih dari 3 tahun dan ditemui ada keretakan pada dinding ban, sebaiknya ganti baru
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ?? Ban M/T (Mud Terrain), hanya dianjurkan dipakai di jalan rusak, berbatu, atau lumpur baik ringan maupun berat karena desain tapak bannya untuk trek seperti itu. Speed rating rendah
Ban M/T (Mud Terrain), hanya dianjurkan dipakai di jalan rusak, berbatu, atau lumpur baik ringan maupun berat karena desain tapak bannya untuk trek seperti itu. Speed rating rendah
 ??  ?? Ban A/T (All Terrain), bisa dipakai di hampir semua permukaan jalan, jalan aspal, jalan berbatu, sampai lumpur ringan masih bisa. Speed rating tergantung pabrikan bannya
Ban A/T (All Terrain), bisa dipakai di hampir semua permukaan jalan, jalan aspal, jalan berbatu, sampai lumpur ringan masih bisa. Speed rating tergantung pabrikan bannya
 ??  ?? Ban H/T (Highway Terrain), dianjurkan untuk jalan raya aspal mulus. Speed rating tinggi
Ban H/T (Highway Terrain), dianjurkan untuk jalan raya aspal mulus. Speed rating tinggi

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia