SISTEM E-TLE MASIH PUNYA KELEMAHAN
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memandang positif penegakkan hukum elektronik alias E-TLE. Namun menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, sistem ini masih punya kelemahan mendasar.
“E-LTE adalah hal yang positif dan layak diberikan apresiasi. Hal yang demikian sudah menjadi kelaziman di sektor lalu lintas, dan sudah lama diterapkan di negara-negara maju. Bahkan Kota Ho Chi Min di Vietnam pun sudah menerapkannya,” jelas Tulus.
Ia menambahan, pada konteks pelayanan publik, E-TLE merupakan inovasi pelayanan publik karena adanya unsur kebaruan, kemudahan, dan mempunyai akuntabilitas tinggi. Dan juga bisa direplikasi di daerah lain. Selain itu, E-TLE juga akan mendorong perilaku positif bagi pengguna kendaraan bermotor di Jakarta.
Pengguna ranmor akan mematuhi rambu-rambu lalu lintas tanpa harus melihat ada polisi atau tidak. Tetapi akan dimonitor ‘banyak mata’. “Namun, ada beberapa catatan YLKI terkait penerapannya, yaitu:” urainya melalui pesan tertulis.
1. E-TLE punya kelemahan untuk kendaraan berpelat non B, maka tidak akan terdeteksi. Dan artinya jika ada kendaraan pelat non B yang melanggar, tidak bisa dilakukan penegakan hukum. Lalu bagaimana polisi akan melakukan pengawasan terhadap kendaraan berpelat non B tersebut, yang masih banyak beredar di Jakarta?
2. Penerapan E-TLE jangan hanya menjadi proyek uji coba/sementara saja, tetapi harus menjadi program yang permanen untuk memperkuat penerapan
ERP ( Electronic Road Pricing). Belum menetapnya teknologi yang digunakan, keberlanjutan E-TLE bisa berhenti di tengah jalan.
3. Sebaiknya bank tempat pembayaran E-TLE bukan hanya BRI saja, tapi multi bank, dengan tujuan memudahkan akses masyarakat membayar denda tilang.
4. Bagi masyarakat pemilik kendaraan bermotor, baik mobil dan sepeda motor, yang belum balik nama; sebaiknya segera melakukan balik nama. Sebab surat pelanggaran E-TLE akan dikenakan dan dikirim lewat pos, atas nama pemilik yang tertera pada STNK dan BPKB kendaraan.
Sebab sangat mungkin yang melakukan pelanggaran adalah si A (pemilik kendaran sekarang), tetapi surat tilang akan dikirimkan ke alamat si B, karena STNK dan BPKB masih atas nama B. Padahal yang melakukan pelanggaran adalah A.