KEBIASAAN SALAH & SULIT DIUBAH
Sering kita temui pengendara motor atau mobil yang berjalan beriringan atau konvoi. Walau tidak semua, namun masih ada perilaku salah yang kerap dilakukan peserta konvoi. Yaitu menyalakan lampu hazard sepanjang perjalanan.
Mereka beranggapan hazard sebagai identitas rombongan konvoi. Sehingga merasa kalau rombongan tersebut menjadi prioritas di jalan. Yang begini biasanya pengguna jalan lain diminta untuk minggir atau mengalah.
Padahal ini merupakan anggapan yang salah besar. Perlu diingat, lampu hazard hanya dinyalakan ketika kendaraan berhenti pada kondisi darurat. Jika salah penggunaannya, kendaraan di belakang tentu jadi kesulitan memprediksi arah kendaraan yang ada di depannya.
“Apalagi jika kendaraan dengan lampu hazard menyala tadi tiba-tiba belok tanpa memberikan tanda lampu sein kanan atau kiri, bisa saja terjadi tabrakan,” ujar Agus Sani, Head of Safety Riding Promotion Wahana Makmur Sejati ( WMS).
DASAR HUKUM DAN SANKSI
Penggunaan lampu hazard sendiri sudah
diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Tepatnya Pasal 121 ayat 1 yang berbunyi:
‘Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti dalam keadaan darurat di jalan’.
Adapun yang dimaksud dengan kata ‘isyarat lain’ dalam aturan di atas adalah lampu darurat, dalam hal ini adalah lampu sein yang menyala bersamaan (hazard). Sedangkan ‘keadaan darurat’ berarti kendaraan dalam keadaan mogok, kecelakaan lalu lintas, atau saat mengganti ban. •