Tanggapan Pengamat TIDAK SIGNIFIKAN KENDALIKAN EMISI
Ditegaskan Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal), dirinya menganggap, carbon tax minimal Rp 30/Kg tidak signifikan mengendalikan emisi gas buang.
“Apalagi kalau diterapkan untuk kendaraan bermotor, tidak efektif untuk membuat orang mengurangi emisi carbon baik dengan membeli/ menggunakan kendaraan berteknologi rendah carbon, maupun dengan cara mengubah perilaku berkendaraan,” papar pria yang akrab disapa Puput ini.
Masih menurutnya, carbon tax Rp 30/ Kg itu artinya per liter bensin Premium 88 hanya dikenakan Rp 64,80. “Kalau Solar 48 dikenakan carbon tax Rp 85,80/L. Jadi tidak signifikan mengendalikan emisi carbon,” imbuhnya merinci.
Nah lantas apa rumus dari hitungan pengenaan tarif tersebut? Kemudian jika dikatakan tidak signifikan idealnya berapa?
”Perhitungan kita didasarkan pada metodologi penghitungan Tingkat
Emisi Gas Rumah Kaca, Pengadaan dan Penggunaan Energi yang diterbitkan KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), 2012. Sehingga didapat index emisi BBM (sesuai jenis) terus dikalikan tarif carbon tax yang ditetapkan pemerintah,” jawab pria ramah ini.
Ia pun melanjutkan. “Tidak efektif karena terlalu rendah, jadi enggak memicu orang mau melakukan. Jadi ini bentuk kompromi pemerintah karena tekanan pengusaha. Akhirnya pemerintah tidak berniat mengendalikan emisi carbon, melainkan karena kepalang tanggung malu sama internasional. Sekadar ngeruk uang rakyat dengan dalih carbon tax,” tegas Puput lagi.
Jika begitu, lalu berapa idealnya? “Ya sesuai tarif/harga teknologi penurunan emisi karbon per GRCO2/L, yaitu Rp 1087/ Kg. Jadi per liter Premium 88 (punya 2,16 KGCO2 sesuai index carbon), maka carbon tax- nya Rp 2.350/L,” urainya menambahkan.
Lebih lanjut dirinya menyarankan, carbon tax yang terkumpul sebagian harus dialokasikan sebagai insentif untuk BBM yang berkualitas baik. Seperti Pertamax Turbo dan Pertadex HQ. Dengan demikian harga BBM yang lebih ramah lingkungan atau rendah carbon dapat bersaing.
Lalu apa keuntungan yang didapat oleh konsumen? Toh harga jual mobil justru berpotensi jadi lebih mahal lantaran harga dibebankan ke konsumen?
“Kalau konsumen ngotot pakai BBM kotor, iya akan lebih mahal, makanya konsumen harus beralih ke BBM ramah lingkungan biar dapat insentif (harga relatif murah),” bilang Puput.
Manfaat kedua menurut Puput, BBM ramah lingkungan makin banyak didistribusikan sesuai preferensi yang dipicu carbon tax, sehingga VKT ( Vehicle Kilometer Travel) atau jarak tempuh per liter penggunaan BBM lebih jauh.
“Selain itu mesin lebih awet, karena menggunakan BBM yang sesuai dengan engine requirement,” tutupnya.